Kita mengetahui bagaimana
bintang-bintang itu beredar pada porosnya sebagaimana mengetahui
tumbuh-tumbuhan, gunung-gunung berdiri dan bergerak mengikuti
sunnah-Nya, sesungguhnya semuanya itu bersujud dan bertasbih kepada
khaliknya. Akan tetapi kita tidak mengetahui bagaimana cara mereka
bersujud dan bertasbih.
Firman Allah :
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada didalamnya bertasbih
kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan
memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti mereka. Sesungguhya Dia
adalah maha penyantun lagi maha Penyayang” (QS 17:44)
Kemudian Dia mengarah kepada langit yang masih berupa kabut lalu Dia
berkata kepadanya dan kepada bumi. silahkan kalian mengikuti perintah-Ku
dengan suka hati atau terpaksa. Jawab mereka “Kami mengikuti dengan
suka hati” (QS 41:11)
Ayat-ayat di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa tasbih mereka
bukanlah sebuah kata-kata seperti manusia bertasbih, akan tetapi
merupakan bentuk kepasrahan dan kepatuhan atas perintah Allah, sehingga
gerak mereka serta arah tujuannya berserah atas kehendak perintah Ilahi.
Dengan demikian butir-butir atom, bumi, matahari, bintang-bintang
bergerak pada orbit atau garis yang telah ditentukan oleh-Nya. Itulah
yang dinamai ber-islam, yang artinya berserah diri atas kemauan Allah
Yang Maha Pengasih. Yaitu pasrah atas peraturan-peraturan
(sunnah-sunnah) yang telah ditentukan oleh Allah Swt. Maka dari itu
paradigma pasrah bukanlah orang pasif yang tidak bergerak, malah
sebaliknya orang yang pasrah adalah orang aktif yang mengikuti
perintah-perintah di dalam syariat, berdagang, belajar, berperang,
membayar zakat, berhaji, beternak, bertani, bermanajemen dll.
Hal ini diibaratkan seperti kalau kita membeli sebuah mobil. Si
perancang telah menyiapkan manualnya untuk memudahkan kita menghidupkan
dan menjalankan mesin mobil tersebut, serta untuk mengetahui suku cadang
yang harus diganti jika terjadi kerusakan. Manual yang berisi
ketentuan/aturan ini tidak bisa diganti seenaknya sesuai dengan kemauan
kita, karena bisa-bisa akan mengakibatkan benturan/berlawanan dengan
keinginan perancangnya, yang pada akhirnya mungkin akan membuat mesin
mobil menjadi rusak dan tidak dapat berjalan dengan baik.
Perbuatan mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan oleh perancang
dalam ilustrasi diatas menggambarkan kepasrahan dan kepatuhan terhadap
ketentuan si perancang. Demikian pula dengan kepasrahan terhadap
ketentuan yang telah ditulis dalam Al Qur’an dan Al Hadist ataupun dalam
ayat-ayat kauniyah (hukum yang diikuti oleh alam semesta / hukum alam),
semuanya mengikuti sistem dan keinginan ilahi. Mereka bersujud patuh
atas ketetapan-Nya dengan suka hati.
Didalam serat Pepali Ki Ageng Selo, dzikir berarti patrap, yaitu
orang susila, orang beradab. Peradaban atau kesusilaan seseorang
ditentukan oleh pendirian hidupnya dan kesusilaan dalam arti kata yang
sedalam-dalamnya dan terikat pada sarat-sarat utama, yaitu dapat
menguasai diri sendiri, yang dijabarkan sbb :
- Menguasai tubuh sepenuhnya, yang berarti mampu untuk menguasai
perjalanan nafas dan darah, sehingga orang tidak lekas naik darah dan
tidak mudah dipermainkan oleh urat syarafnya (nervous) yang besar
faedahnya bagi kesehatan badan.
- Menguasai perasaan, yaitu dapat menahan rasa marah, jengkel, sedih,
takut dan sebagainya, sehingga dalam keadaan bagaimanapun juga selalu
tenang dan sabar, oleh karena itu lebih mudah untuk dapat mengambil
tindakan-tindakan yang setepat-tepatnya.
- Menguasai pikiran, sehingga pikiran itu dalam waktu-waktu yang
terluang tidak bergelandangan semaunya sendiri dengan tidak terarah dan
bertujuan, akan tetapi dapat diarahkan untuk memperoleh pengertian dan
kesadaran tentang soal-soal hidup yang penting.
Orang patrap (dzikir, sadar) dalam
Islam diidealisasikan dalam sosok Nabi Muhammad sebagai uswatun hasanah,
tidak kenal rasa takut tidak gentar dalam keadaan bagaimanapun juga,
beliau selalu sabar, dan tenang dan selalu diliputi oleh rasa kasih
sayang kepada sesama hidup dan karena itu beliau dicintai oleh semua
ummat manusia, beliau mencintai segala ciptaan Allah.
Sikap dzikir sempurna seperti itu pernah dicontohkan Rasulullah,
tatkala tiba-tiba Da’tsur menodongkan pedangnya kearah leher nabi,
seraya berkata lantang: “Siapa yang akan menolong engkau dalam keadaan
seperti ini, ya Muhammad?”. “Allah yang menolongku”, jawab nabi dengan
tenang.
Jawaban sederhana yang tidak disangka-sangka oleh Da’tsur,
merontokkan karang hati yang pongah, tubuhnya bergetar seakan tidak lagi
disanggah oleh tulang-tulangnya yang besar. Daya apa gerangan yang
mengalir dari mulut Muhammad, membuat jiwanya sesaat seperti mati tak
berdaya. Pedangnya terpental jatuh ketanah, kemudian Rasulullah berganti
membalas menodongkan pedang
kearah leher Da’tsur, dan beliau berkata : “Siapa yang akan menolong
engkau ,ya Da’tsur?” Ia jatuh bersimpuh pada kaki Rasulullah sambil
mengiba untuk diampuni atas sikapnya yang congkak dan berkata hanya
enkau ya Muhammad yang bisa menolongku. Seketika itu Rasulullah
menasehatinya agar ia kembali ke jalan Islam.
Peristiwa di atas merupakan sikap sempurna dari Dzikir Rasulullah.
Keadaan seperti itulah yang dimaksudkan islam sebagai kepasrahan dan
kepercayaan akan kekuasaan Allah, perlindungan, kedekatan dan
kemahatinggian Allah diatas segala-galanya.
Dzikir kepada Allah bukan hanya sekedar menyebut nama Allah di dalam
lisan atau didalam pikiran dan hati. Akan tetapi dzikir kepada Allah
ialah ingat kepada Asma, Dzat, Sifat, dan Af”al-Nya. Kemudian
memasrahkan kepada-Nya hidup dan mati kita, sehingga tidak akan ada lagi
rasa khawatir dan takut maupun gentar dalam menghadapi segala macam
mara bahaya dan cobaan. Sebab kematian baginya merupakan pertemuan dan
kembalinya ruh kepada raja diraja Yang Maha Kuasa. Mustahil orang
dikatakan berdzikir kepada Allah yang sangat dekat, ternyata hatinya
masih resah dan takut, berbohong, tidak patuh terhadap perintah-Nya dll.
Konkritnya berdzikir kepada Allah adalah merasakan keberadaan Allah itu
sangat dekat, sehingga mustahil kita berlaku tidak senonoh
dihadapan-Nya, berbuat curang, dan tidak mengindahkan perintah-Nya.
Seperti yang pernah saya singgung mengenai syetan yang ma’rifat
kepada Allah, bertauhid kepada Allah, dan berdo’a kepada-Nya,
memuja-Nya, namun ia enggan mengikuti perintah-Nya. Orang berdzikir
seperti ini sama kedudukannya dengan kedudukan syetan yang terkutuk.
Allah berfirman : “Hai iblis , apakah yang menghalangi kamu sujud
kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu
menyombongkan diri atau kamu merasa termasuk orang yang lebih tinggi ?”
Iblis berkata : Aku lebih baik dari padanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.
Allah berfirman: “Maka keluarlah kamu dari surga, sesungguhnya kamu
adalah yang terkutuk, sesungguhnya kutukan-Ku tetap atas kamu sampai
hari pembalasan.”
Iblis berkata: “Ya Tuhanku, beri tangguhlah aku sampai hari mereka dibangkitkan.”
Allah berfirman: “Sesungguhnya kamu termasuk orang yang diberi
tangguh. Sampai hari yang telah ditentukan waktunya ( hari kiamat).”
Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan mereka
kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis diantara mereka. (QS 38:75-83)
Kalau kita perhatikan dialog Iblis dengan Allah di atas,
kelihatan sekali bekas keakraban antara Khaliq dan makhluq-Nya. Dia
sangat percaya kepada Allah, dia bertauhid, dan mengetahui bahwa tidak
ada tuhan kecuali Allah, dia juga memuja Allah dengan menyebut
“faizzatika” (demi kekuasaan Engkau). Dia selalu memanggil Allah dengan
sebutan “Ya Rabbi” (Ya tuhanku), dan yang terakkhir dia dikabulkan
doanya agar dipanjangkan usianya sampai hari kiamat. Hampir saja
sempurna sang iblis sebagai hamba yang sangat dekat, memohon kepada
Allah (berdo’a), bertauhid dan berma’rifat kepada-Nya. Hanya satu
kesalahan sang iblis ini, yaitu tidak mau mengindahkan perintah-Nya
untuk bersujud (menghormati) kepada Adam. Berarti ia tidak mengakui atau
tidak menerima keputusan
Allah yang Maha Bijaksana, disebabkan kesombongan merasa paling baik
dari dirinya, ana khairu minhu , aku lebih baik dari Adam !!!
Ada sebagian ahli dzikir yang tidak mau melaksanakan ibadah shalat,
dengan dalil sudah sampai kepada tingkat ma’rifat atau fana. Dengan
alasan wa aqimish shalata lidzikri (dirikanlah shalat untuk mengingat
Aku … QS 20:14), karena tujuan shalat adalah ingat. Namun ia tidak
sadar, bahwa ingat disini … tidak hanya kepada nama-Nya atau kepada
dzat-Nya, akan tetapi konsekwensinya harus menerima apa kemauan yang
diingat, yaitu kemauan Allah Swt seperti apa yang telah diperintahkan
didalam syariat-Nya .
Bandingkan dengan sikap syetan yang tidak mengikuti kemauan Ilahi.
Perbuatan khariqul `adah (meninggalkan kebiasaan syariat) dianggap
perbuatan seorang waliyullah. Padahal nabi Muhammad dan para sahabat
menegakkan syariat shalat, dan mu’amalah. Sedang kedudukan beliau berada
diatas para wali manapun di dunia. Dengan alasan yang seakan masuk
akal, serta dengan ditandai
(ditambahi) kelebihan-kelebihan spiritual yang menakjubkan. Janganlah
anda heran jika setanpun mampu menembus alam-alam ghaib dan mampu
menyelami pikiran dan hati manusia, … bahkan ia mampu berjalan melalui
aliran darah (yajri dam) karena memang ia dikabulkan permintaannya.
Seorang wali adalah kekasih Allah dan merupakan wakil Allah didalam
melaksanakan tugas-tugas
menegakkan syariat Alqur’an dan As sunnah.
Lalu Apa yang Dimaksud dengan Dzikir Lisan, Dzikir Qalbi atau Dzikir Sirri?
Syekh Ahmad Bahjad dalam bukunya “Mengenal Allah”, memberikan pengertian
sbb : “Dzikir secara lisan seperti menyebut nama Allah berulang-ulang.
Dan satu tingkat diatas dzikir lisan adalah hadirnya pemikiran tentang
Allah dalam kalbu, kemudian upaya menegakkan hukum syariat Allah dimuka
bumi dan membumikan Al Qur’an dalam kehidupan. Juga termasuk dzikir
adalah memperbagus kualitas amal sehari-hari dan menjadikan dzikir ini
sebagai pemacu kreatifitas baru dalam bekerja dengan mengarahkan niat
kepada Allah ( lillahita’ala ).”
Sebagian ulama lain membagi dzikir menjadi dua yaitu: dzikir dengan
lisan, dan dzikir di dalam hati. Dzikir lisan merupakan jalan yang akan
menghantar pikiran dan perasaan yang kacau menuju kepada ketetapan
dzikir hati; kemudian dengan dzikir hati inilah semua kedalaman ruhani
akan kelihatan lebih luas, sebab dalam wilayah hati ini Allah akan
mengirimkan pengetahuan berupa ilham.
Imam Alqusyairi mengatakan : “Jika seorang hamba berdzikir dengan
lisan dan hatinya, berarti dia adalah seorang yang sempurna dalam sifat
dan tingkah lakunya.”
Dzikir kepada Allah bermakna, bahwa manusia sadar akan dirinya yang
berasal dari Sang Khalik, yang senantiasa mengawasi segala perbuatannya.
Dengan demikian manusia mustahil akan berani berbuat curang dan maksiat
dihadapan-Nya. Dzikir berarti kehidupan, karena manusia ini adalah
makhluq yang akan binasa (fana), sementara Allah senantiasa hidup,
melihat, berkuasa, dekat, dan
mendengar, sedangkan menghubungkan (dzikir) dengan Allah, berarti menghubung-kan dengan sumber kehidupan (Al Hayyu).
Sabda Rasulullah : “Perumpamaan orang yang berdzikir dengan orang
yang tidak berdzikir seperti orang yang hidup dengan orang yang mati.”
(HR. Bukhari)
Itulah gambaran dzikir yang dituturkan Rasulullah Saw. Bahwa dzikir
kepada Allah itu bukan sekedar ungkapan sastra, nyanyian,
hitungan-hitungan lafadz, melainkan suatu hakikat yang diyakini didalam
jiwa dan merasakan kehadiran Allah disegenap keadaan, serta berpegang
teguh dan menyandarkan kepada-Nya hidup dan matinya hanya untuk Allah
semata.
Firman Allah :
“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu (jiwamu) dengan
merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di
waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang
lalai.” (QS 7:205)
Aku hadapkan wajahku kepada wajah yang menciptakan langit dan bumi,
dengan lurus. Aku bukanlah orang yang berbuat syirik, sesungguhnya
shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku kuserahkan (berserah diri)
kepada Tuhan sekalian Alam ….
Adapun hitungan-hitungan lafadz, seperti membaca Asmaul Husna,
membaca Alqur’an, shalat, haji, zakat, dll, merupakan bagian dari sarana
dzikrullah, bukan dzikir itu sendiri, yaitu dalam rangka menuju
penyerahan diri (lahir dan batin) kepada Allah. Tidak ada kemuliaan yang
lebih tinggi dari pada dzikir dan tidak ada nilai yang lebih berharga
dari usaha menghadirkan Allah dalam hati, bersujud karena keagungan-Nya,
dan tunduk kepada semua perintah-Nya serta menerima setiap
keputusan-Nya Yang Maha Bijaksana
Dzikir berarti cinta kepada Allah, tidak ada tingkatan yang lebih
tinggi diatas kecintaan kepada Allah …, maka berdzikirlah kamu (dengan
menyebut ) Allah, sebagaimana kamu ingat kepada orang tua kalian, atau
bahkan lebih dari itu …. (QS 2:200)
“Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara,
istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan,
perniagaaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tinggal
yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya
dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan keputusan-Nya. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang fasik.” (QS 9:24 )
Dzikrullah Rohnya Seluruh Peribadatan
Pada tatanan spiritualitas Islam, dzikrullah merupakan kunci membuka
hijab dari kegelapan menuju cahya Ilahi. Alqur’an menempatkan dzikrullah
sebagai pintu pengetahuan makrifatullah, sebagaimana tercantum dalam
surat Ali Imran 190-191 :
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang
berakal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, atau
sambil duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia maha suci Engkau, maka peliharalah
kami dari siksa neraka” (QS 3:190-191)
Kalimat “yadzkurunallah” orang-orang yang mengingat Allah, didalam `tata
bahasa arab’ berkedudukan sebagai ma’thuf (tempat bersandar) bagi
kalimat-kalimat sesudahnya, sehingga dzikrullah merupakan dasar atau
azas dari semua perbuatan peribadatan baik berdiri, duduk dan berbaring
serta merenung (kontemplasi). Dengan demikian praktek dzikir termasuk
ibadah yang bebas tidak
ada batasannya. Bisa sambil berdiri, duduk, berbaring, atau bahkan
mencari nafkah untuk keluarga sekalipun bisa dikatakan berdzikir, jika
dilandasi karena ingat kepada Allah. Juga termasuk kaum intelektual yang
sedang meriset fenomena alam, sehingga menemukan sesuatu yang
bermanfaat bagi seluruh manusia.
Dzikrullah merupakan sarana pembangkitan kesadaran diri yang
tenggelam, oleh sebab itu dzikir lebih komprehensif dan umum dari
berpikir. Karena dzikir melahirkan pikir serta kecerdasan jiwa yang
luas, maka dzikrullah tidak bisa hanya diartikan dengan menyebut nama
Allah, akan tetapi dzikrullah merupakan sikap mental spiritual
mematuhkan dan memasrahkan kepada Allah Swt.
Dari Dardaa Ra :
Bersabda Rasulullah Saw “Maukah kalian saya beritakan sesuatu yang
lebih baik dari amal-amal kalian, lebih suci dihadapan penguasa kalian,
lebih luhur di dalam derajat kalian, lebih bagus bagi kalian dari pada
menafkahkan emas dan perak, dan lebih bagus dari pada bertemu musuh
kalian (berperang) kemudian kalian menebas leher-leher mereka atau
merekapun menebas leher-leher kalian ?” Mereka berkata : “baik ya
Rasulullah”. Beliau bersabda : “dzikrullah” atau ingat kepada Allah
(dikeluarkan oleh At thurmudzy dan Ibnu Majah, dan berkata Al Hakim:
shahih isnadnya).
Betapa dzikrullah ditempatkan pada posisi yang sangat tinggi, karena
merupakan jiwa atau rohnya seluruh peribadatan, baik shalat, haji,
zakat, jihad dan amalan-amalan lainnya. Dari sisi lain, Allah sangat
keras mengancam orang yang tidak ingat kepada Allah didalam ibadahnya.
Seperti dalam surat Al Ma’un ayat :4-6 :
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu)
orang-orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya’.”
fashalli lirabbika … maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu ( QS. 108:2 )
Perbuatan riya’ ialah melakukan suatu amal perbuatan tidak untuk mencari
keridhaan Allah, akan tetapi untuk mencari pujian atau kemasyhuran di
masyarakat. Amal perbuatan seperti itu yang akan ditolak oleh Allah, dan
dikategorikan bukan sebagai perbuatan Agama (Ad dien).
Banyak orang yang mendirikan shalat, sementara ia hanya mendapatkan rasa lelah dan payah ( Al Hadist )
Sabda Nabi Saw :
“Akan datang pada suatu masa, orang yang mengerjakan shalat,
tetapi mereka belum merasakan shalat” (HR. Ahmad, dalam risalahnya: Ash
shalatu wa ma yalzamuha)
Jadi jelaslah maksud hadist-hadist di atas bahwa seluruh peribadatan
bertujuan untuk memasrahkan diri dan rela kepada Allah, sebagaimana
pasrahnya alam semesta…
Untuk mencapai kepada tingkatan yang ikhlas kepada Allah serta
menerima Allah sebagai junjungan dan pujaan, jalan atau sarana yang
paling mudah telah diberikan Allah, yaitu dzikrullah. Keikhlasan kepada
Allah mustahil bisa dicapai, tanpa melatih dengan menyebut nama Allah
serta melakukan amalan-amalan yang telah ditetapkan-Nya.
Telah menyebutkan Abdullah bin Yusr, bahwa sesungguhnya ada seorang
lelaki berkata. wahai Rasulullah, sesungguhnya syariat iman itu sungguh
amat banyak bagiku, maka kabarkanlah kepadaku dengan sesuatu yang aku
akan menetapinya. Beliau bersabda :
“Senantiasa lisanmu basah dari dzikir (ingat) kepada Allah Ta’ala.”
Keluhan laki-laki yang datang kepada Rasulullah menjadi pelajaran dan
renungan bagi kita, yang ternyata syariat iman itu amat banyak jumlahnya
dan tidaklah mungkin kita mampu melaksanakan amalan syariat yang begitu
banyak tersebut, kecuali mendapatkan karunia bimbingan dan tuntunan
dari Allah Swt. Rasulullah telah memberikan solusinya dengan
memerintahkan selalu membasahi lisan kita dengan menyebut nama Allah.
Dengan cara melatih berdzikir kepada Allah kita akan mendapatkan
ketenangan, kekhusyu’an dan kesabaran yang berasal dari Nur Ilahi.
Keutamaan Berdzikir Kepada Allah
Apabila benar-benar mengerjakan dzikir menurut cara yang dikehendaki
oleh Allah dan Rasul-Nya, sedikitnya ada dua puluh keutamaan yang akan
dikarunikan kepada yang melakukannya, yaitu (Al Fathul Jadied : syarah
At Targhieb Wat Tarhieb):
1. Mewujudkan tanda baik sangka kepada Allah dengan amal shaleh ini.
2. Menghasilkan rahmat dan inayat Allah.
3. Memperoleh sebutan yang baik dari Allah dihadapan hamba-hamba yang pilihan.
4. Membimbing hati dengan mengingat dan menyebut Allah.
5. Melepas diri dari azab.
6. Memelihara diri dari was-was syaitan khannas dan membentengi diri dari ma’syiat.
7. Mendatangkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
8. Mencapai derajt yang tinggi di sisi Allah.
9. Memberikan sinaran kepada hati dan menghilangkan kekeruhan jiwa.
10. Menghasiilkan tegaknya suatu rangka dari iman dan islam.
11. Menghasilkan kemuliaan dan kehormatan pada hari kiamat.
12. Melepaskan diri dari rasa sesal.
13. Memperoleh penjagaan dari para malaikat.
14. Menyebabkan Allah bertany tentang keadaan orang-orang yang berdzikir itu.
15. Menyebabkan
berbahagianya orang-orang yang duduk beserta orang-orang yang
berdzikir, walaupun orang turut duduk itu tidak berbahagia.
16. Menyebabkan dipandang ahlul ihsan, dipandang orang-orang yang berbahagia dan pengumpul kebajikan.
17. Menghasilkan ampunan dan keridhaan Allah.
18. Menyebabkan
terlepas dari suatu pinti fasik dan durhaka. Karena orang yang tidak
menyebut Allah (tidak berdzikir) dihukum sebagai orang fasik.
19. Merupakan ukuran untuk mengetahui derajat yang diperoleh di sisi Allah.
20. Menyebabkan para Nabi dan orang-orang mujahidin (syuhada) menyukai dan mengasihi.
Dengan sebagian manfaat yang tercantum di atas, layaklah jika dzikrullah
didudukkan sebagai pintu pembuka jalan kebajikan dan jalan
makrifatullah. Keutamaan-keutamaan tersebut bukan sekedar catatan yang
menarik bagi kaum muslimin, akan tetapi hal tersebut bisa kita peroleh
dan dirasakan dengan sebenar-benarnya, apabila kita serius dan
sungguh-sungguh dalam melaksanakan
amalan-amalan dzikir kepada Allah.
Dalil-dalil yang Menganjurkan Dzikrullah Serta Ancaman Bagi Yang Meninggalkannya
AYAT-AYAT AL-QUR’AN
1. Surat Ali”Imran (190-191)
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda dari orang yang berakal. (3-190)
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan
ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksaan
neraka (QS 3:190-191).
2. Surat An Nisaa’ (103)
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah
diwaktu berdiri, diwaktu duduk dan diwaktu berbaring. Kemudian apabila
kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa).
Sesungguh-nya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas
orang-orang yang beriman (QS 4:103).
3. Surat Al Anfaal (45)
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan
(musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah
sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung (QS 8:45).
4. Al Munaafiquun (9)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan
anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa berbuat
demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi (QS 63:9).
5. Al Mujaadilah (19)
Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat
Allah; mereka itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa golongan
syetan itulah golongan yang merugi( QS 58:19).
6. Az Zukhruf (36)
Barang siapa yang berpaling dari ingat kepada yang maha pemurah,
kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syetan itulah yang
menjadi teman yang selalu menyertainya (QS 43:36).
7. An Nisa (142)
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan
membalas tipuan mereka . Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka
berdiri dengan malas,…mereka bermaksud riya’( dengan shalat) dihadapan
manusia,… tidaklah mereka menyebut Allah kecuali hanya sedikit sekali
(QS 4:142).
8. Al Baqarah (152)
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula)
kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari
(nikmatku) (QS 2:152)
9. Al Baqarah (200)
Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah
(dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut
(membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau bahkan lebih banyak dari itu
(QS 2:200).
10. Al Ahzab (35)
Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah , Allah
telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang benar (QS 33:35).
11. Al Ahzab (41)
Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah , dzikir sebanyak-banyak nya (QS 33:41).
12. An Nur (37)
Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh
jual beli dari mengingat Allah , dan (dari) membayar zakat . mereka
takut kepada suatu hari yang ( dihari itu) hati dan penglihatan menjadi
goncang (QS 24:41).
13. Al A’Raaf (205)
Dan sebutlah (nama) Tuhanmu didalam hatimu dengan merendahkan diri
dan rasa takut dan tidak mengeraskan suaramu, diwaktu pagi dan petang,
dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai (tidak berdzikir) (QS
7:205)
14. Ar Ra’d (28)
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram
dengan mengingat Allah, ingatlah, hanya dengan mengingat Allalh hati
menjadi tentaram (QS 13:28).
15. Al Jumu’ah (9)
Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk sembahyang pada
hari jum’at, maka segeralah kamu kepada mengingat Allah dan
tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui (QS 62:9)
HADIST-HADITS RASULULLAH
1. Dari Abu Hurairah Ra. Dari
Rasulallah Saw. Bersabda : barang siapa yang duduk pada suatu tempat
duduk yang dia tidak dzikir (ingat) kepada Allah, dan atau ditempat itu,
maka ada atasnya kebencian dari Allah ta’ala. Dan barang siapa
bertiduran pada tempat tidur yang ia tidak dzikir kepada Allah ditempat
itu, maka ada atasnya kebencian dari Allah, artinya merupakan kekurangan
tabiat jelek dan kerugian. (dikeluarkan oleh Abu Dawud)
2. Banyaklah olehmu menyebut Allah disegenap keadaan karena tak ada
sesuatu amal yang lebih disukai Allah dan tak ada yang sangat melepaskan
hamba dari suatu bencana di dunia dan akhirat dari pada menyebut Allah
(HR: At Tabrany )
3. Berfirman Allah Swt. Aku menurut persangkaan hamba-Ku kepada-Ku
dan aku besertanya dimana ia mengingat akan Aku (HR Bukhari-Muslim)
4. Tidaklah duduk sesuatu kaum disuatu majelis lantas mereka menyebut
nama Allah di majelis itu melainkan mengelilingi mereka dan rahmat
menutupi mereka dan Allah menyebut mereka dihadapan orang-orang yang
disisi-Nya ( HR Ibn Syaiban. Tahfudz Dzikirin:12)
5. Tiada berkumpul suatu kaum didalam suatu rumah Allah (masjid)
untuk menyebut Allah hendak memperoleh keridhoan-Nya melainkan Allah
memberikan ampunan kepada mereka itu. Dan menggantikan
keburukan-keburukan mereka dengan berbagai kebaikan (HR Ahmad … At
Targhieb 3:63 )
6. Barang siapa tiada banyak menyebut Allalh, maka sesungguhnya terlepas dia dari imannya ( HR. At Tabrany dalam Al Ausath )
7. Bahwasanya Allah berfirman: hai anak Adam, apabila engkau telah
menyebut akan Aku, berarti engkau telah mensyukuri akan Aku. Dan apabila
engkau telah melupakan akan Aku, berarti engkau telah mengingkari
nikmat dan ihsan-Ku ( HR. At Tabrany dalam Al Ausath )
8. Perumpamaan orang yang menyebut tuhannya dengan orang orang yang
tidak menyebut tuhannya, adalah umpama orang yang masih hidup dibanding
dengan orang mati. ( HR. Bukhary ..At TarghiebWat Tarhieb 3:59)
9. Berkata Abu Hurairah Ra. Bersabda Nabi Muhammad Saw. Telah
mendahului “mufarridun “. Mereka (para sahabat) berkata: Apakah
Mufarridun itu? Beliau menjawab: orang-orang lelaki dan perempuan yang
banyak menyebut nama Allah (dikeluarkan oleh Imam Muslim)
10. Telah menyebutkan Abdullah bin Yusr bahwa sesungguhnya ada
seorang laki-laki berkata : Sesungguhnya syari’at iman itu sungguh amat
banyak bagiku, maka kabarkanlah kepadaku dengan sesuatu yang aku
menetapinya. Beliau bersabda : senatiasa lisanmu basah dari dzikir
(ingat) kepada Allah Ta’ala.
Sudah terlalu banyak yang kita mengerti dari perintah-perintah Allah
didalam Al Quran dan Al Hadist. Namun apakah akan tetap menjadikan dalil
tinggallah dalil, dan kita tetap saja tidak mau berbuat banyak dalam
melaksanakan peribadatan kepada Allah. Sampai kapan kita hanya
mengumpulkan data-data keislaman yang tidak terhitung banyaknya. Apakah
sebenarnya tujuan kita
beragama !? Bukankah kita akan kembali kepada-Nya dengan tidak membawa apa-apa (Pasrah) !?
Terlalu panjang … kalau kita membicarakan persoalan yang tiada
habis-habisnya. Apalagi mempersoalkan hal furuiyyah … syariat Islam itu
tidak sekedar soal hukum-hukum positif saja, tetapi banyak nilai
spiritual yang belum digali dengan benar. Akibatnya kita ketinggalan
dengan para Yogi India yang menekuni realitas kejiwaan yang bersifat
universal, sehingga para penganutnya bukan saja dari kalangan hindu,
akan tetapi sebagian orang Islam dan bangsa Eropa yang beragama Kristen
telah menekuninya tanpa harus menjadi Hindu. Dan membawa manfaat baik
lahir maupun mental spiritualnya. Mengapa nilai spiritual Islam tidak
mampu menembus wilayah bangsa-bangsa lain yang bermanfaat bagi kedamaian
manusia, yang diakui menyatakan Rahmatan lil’alamin !? Mengapa kita
memandang mereka dengan rasa kebencian dan bermusuhan.? Padahal tidak
semua orang kafir harus diperangi (harbi).
Mengapa kita tidak melakukan saja pekerjaan yang bermanfaat untuk
kesejahteraan ummat manusia dan alam? Mengapa kita tidak menjadikan
manusia itu cerdas dan bermental spiritual yang damai? Lihatlah bangsa
Jepang, negara yang amat kecil dan disegani lawannya, dikagumi semua
Ummat, padahal dia tidak memiliki pasukan penggempur musuh. Kita Ummat
yang mengaku
khairun Ummat (Ummat yang terbaik), ternyata dilecehkan dan dihinakan,
dijajah, dan tidak dipandang sebagai ummat yang cerdas, bahkan hampir
disamakan dengan bangsa primitif, karena menonjolkan sifat kekasaran,
dan kekuatan ototnya. Kita mudah marah dan tersinggung, jika dikatakan
ummat islam itu terbelakang, yang identik dengan kemiskinan dan
kebrutalan.
Kenyataannya kita sering dihambat oleh ummat sendiri. Al islam
mahjubun bil Muslim, kreatifitas dan inovasi pemikiran dan kajian ummat,
terkadang diserang habis habisan tanpa ikut meneliti terlebih dahulu
kebenarannya dengan alasan bid’ah.
Orang yang menekuni bidang pendidikan, filsafat, dan ilmu-ilmu sain
dianggap tidak memperjuangkan ummat, padahal mereka adalah orang yang
mengisi khasanah keilmuan yang digali dalam literatur Islam yang penuh
dengan persoalan-persoalan manusia, alam dan fenomenanya.
Saya mengajak segenap ummat Islam agar kembali kepada jalan suci yang
dirintis para pendahulu kita, yang lebih banyak berbuat ketimbang
berbicara. Islam berkembang bukan dengan kekerasan, akan tetapi melalui
kebudayaan, melalui sains yang digali oleh para Ulama yang mengungkapkan
keagungan dan keunikan alam semesta. Ulama-ulama yang sangat intens
terhadap ilmu fisika,
matematika, dan kedokteran seperti, Ibnu Sina, Al Jabber, Ibnu Rusydi
dll, mempunyai andil mengangkat derajat dan kebesaran Islam pada abad ke
tujuh sampai akhir abad kedua belas, … hingga akhirnya terpuruk pada
saat ini. Menurut pandangan saya, Jepang , Singapura, Perancis adalah
potret negara Islami yang sebenarnya, sebab disanalah dasar-dasar
filsafat Islam tertanam menjadi budaya yang tinggi seperti kedisiplinan,
ketekunan, kesadaran hukum, kebersihan, wajib belajar, memperhati-kan
hak asasi manusia, binatang, dan lingkungan. Hanya satu yang belum …
yaitu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya
Demikian harapan dan sentuhan rasa yang dalam akan keinginan khasanah
keislaman dijalankan melalui gerakan jiwa yang dalam dan bersih. Dan
hanya dengan berbuat melalui kesadaran spiritual yang tinggi keinginan
itu akan tercapai. Sebab kesadaran adalah modal tertinggi untuk mencapai
sesuatu. Bukan dengan emosi dan cemburu terhadap karya orang lain lalu
kemudian memusuhinya tanpa jelas perkaranya. Hanya dengan berdzikir
kepada Allah hati menjadi tenang … sehingga melahirkan karya-karya yang
bermanfaat dan berperilaku akhlaq yang mulia.
Memasuki Kesadaran Diri (Aku)
Kali ini saya akan mengajak pembaca sekalian menyelami kesadaran diri
yang sebenarnya, dan mengenali hakikat ruh yang biasa menyebut dirinya
“Aku”. Dan saya tidak akan lagi bicara soal dalil-dalil. Ibaratnya kita
melakukan shalat, kita tidak lagi butuh dalil, akan tetapi kita tinggal
memasuki keadaan shalat yang sebenarnya. Diskusi kita sudah selesai
dalam hal hukum-hukum berdzikir.
Manusia merupakan makhluq yang sempurna … sehingga diangkat sebagai
wakil Tuhan di muka bumi ini. Biarpun sebagian besar orang tidak
mengerti banyak tentang sifat sebenarnya dari diri sendiri. Dalam
susunan fisik, mental dan kerohaniannya terdapat sifat yang tertinggi
maupun terendah. Didalam tulang-tulang terdapat kehidupan bersifat
mineral, badan dan darahnya benar-benar
mengandung bahan mineral. Kehidupan fisik badan manusia mirip dengan
kehidupan tanaman. Banyak keinginan /nafsu fisik serta emosi mirip
dengan yang dimiliki oleh binatang. kemudian manusia mempunyai
seperangkat sifat mental yang menjadi miliknya, dan tidak dimiliki oleh
binatang yang bersifat rendah. Selain itu masih ada sifat lebih tinggi
yang dimiliki oleh sebagian orang yang
lebih maju kerohaniannya, meskipun masih terdapat daya kemauan yaitu
daya sang “Aku”, yang merupakan daya yang diterima (ditiupkan) dari Yang
Maha Mutlak.
Benda-benda fisik dan mental tersebut adalah milik manusia, dan
bukannya manusia itu sendiri. Sebelum manusia (“Aku”) dapat menguasai
atau mengalahkan, dan mengarahkan benda yang menjadi miliknya yaitu alat
dan instrumennya terlebih dahulu ia harus menyadari dirinya secara
benar. Ia harus dapat membedakan mana yang merupakan Aku dan mana yang
merupakan alat atau milik Aku, dapat membedakan mana yang Aku dan mana
yang bukan Aku. Inilah tahapan pertama yang harus disadari.
Katakan bahwa Ruh itu adalah dari amar-amar-Ku … Aku adalah ruh yang
ditiupkan kedalam tubuh yang terbuat dengan komposisi kosmos yang
sempurna setelah diberi bentuk. (QS 15:28-29) … sang aku bersifat abadi –
tidak bisa mati -tidak bisa rusak. Ia memiliki kekuasaan, kebijaksanaan
dan kenyataan. Tetapi seperti halnya seorang bayi yang kemudian menjadi
dewasa, batin manusia tidak menyadari sifat potensial yang tertidur
dalam dirinya, dan tidak mengenal dirinya sendiri yang sebenarnya. Bila
diri sendiri yang sebenarnya sudah bangun, ia mengenal mana yang disebut
Aku dan mana yang bukan Aku sebagai dirinya sendiri atau Aku. Aku
inilah yang akan kembali kehadirat asalnya yaitu Inna lillahi wa inna
ilaihi raji’uun. Sesungguhnya Aku adalah berasal dari Allah dan
kepada-Nya-lah Aku kembali….
Orang primitif dan orang beradab jarang menyadari “Aku” nya, rasa
keakuan mereka hanya merupakan kesadaran mengenai nafsu badani pemenuhan
keinginan, pemuasan kesenangan, memperoleh kenyamanan bagi dirinya.
Bagian bawah dari batin naluri merupakan tempat rasa keakuan orang-orang
primitif. Bila seorang primitif mengatakan “Aku”, maka yang dimaksud
adalah badannya. Badan
ini mempunyai perasaan, keinginan dan nafsu. Tetapi pikiran semacam itu
terdapat pula pada banyak orang yang mengaku beradab. Mereka menggunakan
daya pikirnya guna memenuhi nafsu dan keinginan fisiknya, padahal
mereka sebenarnya hidup dalam tingkat batin naluri. Tentu, setelah orang
menjadi lebih beradab maka perasaannya menjadi lebih halus, sedangkan
orang primitif mempunyai perasaan kasar. Yang perlu dicatat adalah,
pikiran orang beradabpun masih diperbudak oleh keinginan dan nafsu
badannya.
Setelah manusia semakin tinggi tingkatannya, mulailah ia mempunyai
konsep tentang Aku nya yang lebih tinggi. Ia mulai menggunakan
pikirannya dan akalnya, maka ia pindah dari tingkat batin naluri ke
tingkat batin mental – ia mulai menggunakan kecerdasannya, ia mulai
merasakan bahwa batinnya adalah lebih nyata bagi dirinya dari pada
badannya, bahkan kadang ia melupakan badannya
bila sedang terbenam dalam pemikiran secara serius.
Setelah kesadaran orang meningkat – yaitu kesadarannya berpindah dari
tingkat mental ke tingkat kerohanian – ia menyadari bahwa “Aku” yang
sebenarnya adalah sesuatu yang lebih tinggi dari pada pikiran, perasaan
dan badan fisiknya, bahwa semuanya ini dapat digunakan sebagai alat atau
instrumennya. Pengetahuan ini bukan merupakan pengertian saja, tetapi
merupakan kesadaran yang khas, artinya orang benar-benar merasakan
sebagai Aku yang sebenarnya (sebagai bashirah).
Dalam kajian kali ini, kami coba menunjukkan kepada anda cara
mengembangkan atau membangkitkan kesadaran Aku yang fitrah. Ini
merupakan amalan pertama yang harus disadari, sebab kita tidak akan bisa
melakukan pendekatan kepada Allah kalau tidak menyadari hakekat diri
yang hakiki. Seperti tujuan melakukan amalan puasa dibulan ramadhan
adalah mencapai fitrah (idul fitri,
kembali kepada fitrah yang mempunyai sifat suci seperti bayi yaitu diri yang sejati atau “Aku”).
Kesadaran `Aku” ini merupakan langkah pertama pada jalan menuju
keadaan yang disebut sebagai `penerang”, merupakan realisasi hubungan
dengan Yang Maha Agung.
Latihan ini harus dipraktekkan, bukan sekarang saja tetapi diberbagai tahapan perjalanan sampai anda memperoleh penerangan jiwa.
Memasuki Keadaan Dzikir (Patrap Pertama)
Bila mungkin, carilah tempat atau ruangan, yang terbebas dari gangguan,
agar batin anda merasa aman dan tenang. Duduklah yang enak agar anda
dapat mengendorkan otot-otot dan membebaskan ketegangan syaraf. Lepaskan
ketegangan dan biarkan otot-otot menjadi lemas, sampai terasa tenang
dan damai meresapi seluruh tubuh. Istirahatkan badan dan pasrahkan
seluruh jiwa raga. Atau
lakukanlah dengan posisi berdiri, hal ini dilakukan untuk menghindari mudah terlena dan tertidur …
Kondisi tersebut sangat baik bagi tahap permulaan praktek latihan,
tetapi setelah pengalaman hendaknya mampu melakukan pengendoran badan
dan menenangkan pikiran dimana pun dan kapanpun anda memerlukannya.
Ingat bahwa keadaan dzikir harus berada di bawah penguasaan kemauan yang
keras. Didalam melakukan praktek dzikir harus diterapkan pada waktu
yang tepat dan atas kemauan sendiri. Sadari bahwa Aku adalah hakiki nya
manusia yang tidak pernah tidur – tidak mati – abadi, …selalu sadar
tidak pernah mengalami sedih dan takut … Aku sang roh suci (fitrah) yang
mampu menembus alam mimpi, alam malakut dan alam uluhiyah…
Sekarang anda memasuki tahapan yang menyebabkan Aku merasa sebagai
makhluk mental. Kalau anda memejamkan mata anda akan merasakan dan bisa
membedakan mana Aku yang sebenarnya … disitu ada aku yang memperhatikan
sensasi badan, seperti misalnya : lapar, haus, sakit, sensasi yang
menyenangkan, kesedihan. Anda akan merasakan ternyata bukan aku
sebenarnya yang lapar, sakit dan sedih, akan tetapi itu adalah sensasi
peralatan atau instrumen yang dimiliki oleh sang Aku. Anda sebenarnya
diluar atau diatas semua alat-alat tadi!! Maka dari itu anda harus
melepaskan diri anda dari yang bukan hakiki, agar tidak
diombang-ambingkan oleh peralatan anda sendiri. Sadari Aku adalah yang
menguasai perasaan dan pikiran, jadilah tuan atas diri anda … keluarlah
anda seperti anda melepaskan baju, lalu tinggalkan & jangan anda
memikirkan semuanya itu. Karena peralatan anda mempunyai batin naluri
yang akan bergerak menurut fungsinya. Perhatikan saat anda tidur … Aku
anda meninggalkan tubuh anda tanpa harus memikirkan bagaimana nantinya
badanku, kenyataanya instrument tubuh bekerja menurut yang dikehendaki
oleh nalurinya sendiri.
Sadarkan sang Aku. Hubungkan dengan dzat yang Maha Mutlak …hadirlah
dihadapan-Nya sebagaimana kesaksian Aku dialam `Azali…Panggillah …penuh
santun ya Allah … ya Allah … tundukkan jiwa anda dengan hormat … dan
datanglah kehadirat-Nya dengan terus memanggil ya Allah …ya Allah …
timbulkan rasa cinta yang dalam …hadirlah terus dalam dzikir … biarkan
sensasi pikiran dan perasaan melayang-layang …Sadarkan dan kembalikan
bahwa Aku bukan itu semua … Aku adalah yang menyaksikan semuanya …
bersaksilah dengan mengucapkan dua kalimat syahadat … sampaikan do’a
salawat untuk Rasulullah .dan keluarganya. Teruskan Aku melayang
menembus semua alam-alam yang menghalangi, biarkan Aku berjalan menuju
Yang Maha tak Terhingga …
jangan perdulikan kebisingan diluar diri kita .. teruskan jangan
berhenti sampai ada sambutan … hingga dzikir anda akan berubah dengan
sendirinya bukan dari rekayasa pikiran … menjadi laa ilaaha illallah
atau subhanallah … Kalau sudah mencapai keadaan seperti ini …dzikir anda
… akan terbawa saat anda bekerja … menyetir mobil dan mengangkat
takbir, saat shalat ataupun wudhu’ …
Suasana dzikir terus membekas dan menyebabkan hati menjadi tenang
luar biasa, dzikir bukan lagi sebuah lafadz akan tetapi merupakan
suasana ingat dan ihsan. Apabila keadaan dzikir anda sudah terasa
menyelimuti hati … pikiran … dan badan anda, frekwensi getaran makin
lama makin terasa … dan semakin kuat rasa sambung kepada Allah. Hati
anda semakin sensitif … mudah menangis … dan kadang tidak bisa ditahan
saat anda membaca Alqu’an dan shalat walaupun anda tidak mengerti
artinya.
Sensasi Yang Biasa Muncul Saat Berdzikir
Ketika anda menghadirkan atau menghubungkan diri anda dengan Allah,
tiba-tiba muncul rasa haru … merinding …. Badan terasa agak berat dan
bergoncang …. seperti ada muatan getaran yang menyelimuti badan …semakin
kuat hubungan anda dengan Allah, maka akan semakin kuat getaran yang
ditimbulkannya … biarkan getaran itu mengalir …dengan getaran itulah
anda tidak lagi
terganggu oleh pikiran dan khayalan yang melayang-layang … Adanya
getaran merupakan tanda kesambungan anda dengan Allah … biasanya anda
tidak akan kuat menahan tangis yang tiba-tiba muncul ….Kadang anda akan
dituntun shalat ..dituntun berdzikir … dituntun bersujud. Biarkan jangan
ditolak atau dilawan … pasrahkan saja dengan ikhlas. Anda tidak akan
mengalami rasa penat,
capek dan jenuh walaupun itu terjadi berjam-jam lamanya. Sekalipun hal
itu anda lakukan pada waktu malam hingga pagi .. tubuh rasanya menjadi
segar dan tidak lemas … bahkan terasa lebih rileks dan nyaman.
Semakin anda tekun berkomunikasi kepada Allah semakin halus getaran
yang muncul. anda mungkin menjadi heran tatkala anda agak sulit marah,
hati anda lebih terkendali tanpa ada penahanan atau pemaksaan. Hati
menjadi lunak dan menimbulkan perangai yang sangat lembut. Hati terus
menerus berdzikir bukan dari keinginan nafsu… dzikir itu muncul dari
rasa Aku yang dalam… tiada
bisa dibendung ….rasanya seperti ditarik oleh rasa kesambungan yang
sangat kuat. kondisi seperti itu pikiran menjadi lemah tidak lagi liar
seperti semula Nafsu menjadi teredam dan istirahat …yang ada tinggal
rasa atau getaran iman yang dalam dan muncul tiada bisa dicegah…
Penegasan Patrap Pertama
Praktekkan patrap pertama ini pada waktu-waktu senggang. Sebagai
catatan: sebaiknya dalam melakukan patrap hendaknya anda membersihkan
dari hadast besar dan kecil. Kemudian shalat sunnah dua rakaat.
Ambil posisi berdiri seperti hendak shalat menghadap kiblat …
Hubungkan rasa Ingat Anda kepada Allah …
Timbulkan rasa rindu dan cinta kepada Allah …
Hadirkan hati anda dan pasrahkan jiwa raga …
Mohonlah bimbingan kepada-Nya …
Ya Allah Ampuni kami ….
Ya Allah Ajarkan kami dan bimbinglah kami didalam menuju makrifat kepada Engkau
Ya Allah lindungilah kami dari godaan nafsu dan syetan yang terkutuk
Bismillahirrahmanirrahiem……
Asyhadu anlaa ilaha ilallah wa asyhadu anna Muhammadarrasulullah
Allahumma shalli `ala Muhammad wa `ala aali Muhammad
Ya … Allah … Ya Allah …Ya Allah …Ya Allah …..
Ya Allah … Ya Allah …Ya Allah …
(tidak perlu anda menghitung jumlah lafadz yang diucapkan ….)
Hantarlah jiwa Anda dengan nama Allah sampai anda mendapatkan sambutan ….
Apabila anda serius biasanya lebih cepat. Lakukanlah patrap ini setiap hari … walaupun hanya sepuluh menit…Atau bisa
dilakukan sambil berjalan, diatas kendaraan, menjelang tidur sambil berbaring …
Tutuplah patrap dengan bersujud dan berdo’a