Rabu, 27 November 2013

Halal Bihalal

Halal Bihalal
Seorang sahabat dari Arab Saudi, ketika mendapat undangan halal-bihalal, menjadi kebingungan akan maksudnya. Sebab, sebagai orang Arab, belum pernah dijumpainya istilah halal-bihalal dalam bahasa Arab dialek mana pun.
Memang begitu nyatanya. Halal-bihalal adalah bahasa Arab yang bukan Arab. Mungkin lebih tepat dikatakan, istilah Arab ala Indonesia karena yang mengerti artinya hanya orang Indonesia, dan dilakukan hanya oleh orang Indonesia. Di negeri-negeri Islam lainnya tidak ada istilah dan upacara halal-bihalal. Sekali lagi, cuma terdapat di Indonesia.
Mudah-mudahan prakarsa halal0bihalal (yang sampai sekarang tidak diketahui siapa pencetus gagasan dan istilah tersebut) dilahirkan oleh kepekaan agama bangsa kita, yang begitu tanggap tatkala mendengar firmal Allah surat Ali Imran ayat 112, yang artinya:
Ditimpakan kehinaan atas mereka di mana pun mereka bertempat tinggal, kecuali bila terjalin tali hubungan dengan Allah dan tali hubungan sengan sesame manusia.”
Oleh umat Islam Indonesia, ayat tersebut dijabarkan dalam pengamalan nyata melalui halal-bihalal, yang barangkali arti harfiahnya saling menghalalkan sesudah hubungan dengan Allah menjadi bersih selepas menjalankan ibadah Ramadhan.
Dari sini pula berkembang upacara beraneka ragam, seperti ketupat Lebaran, dukder, dan lain-lain, seirama dengan adat-istiadat berbagai macam suku di Indonesia.
Tanpa berpicing mata, bahwa upacara-upacara termaksud sering masih diwarnai dengan klenik dan mistik, namun yang jelas, nilai-nilai agama dan tauhidnya harus kita angkat ke permukaan sambil melestarikan adat-istiadat yang sudah mapan.
Dan itulah yang menjadikan cirri khas umat Islam Indonesia. Dalam pengertian lain, kalau pada masa awal kelahiran dan perkembangan selanjutnya, Nabi saw tidak mematikan adar Arab sebelumnya, bahkan ada yang diperbaiki menjadi ibadah, demikian pula para sahabat dan khalifah sesudahnya, maka kita di Indonesia pun mempunyai hak yang sama untuk tetap memelihara adat tanpa meninggalkan konsekuensi Islam kita, bukan?
Tetapi, sudah tentu yang dimaksudkan halal-bihalal tidak termasuk utang-piutang. Jangan seperti Pak Karmud dari Kejambon, Tegal. Mentang-mentang sudah halal-bihalal, tanggungan utangnya tidak mau dilunasi. Ketika bolak-balik ditagih, ia hanya menjawab santai, “Kan sudah halal-bihalal?”
Memang artinya saling menghalalkan satu sama lain. Namun, bila menyangkut hak adami, yakni yang berkaitan dengan harta benda, harus diselesaikan dahulu.
Nabi sendiri sebelum wafat berpesan agar utangnya, tiga gantang kurma kepada orang Yahudi, dibayarkan oleh ahli warisnya. Kalau tidak, bakal ditagih di akhirat hingga pahala yang dimiliki orang yang berutang diserahkan seluruhnya kepada yang memberi utang.
sumber : www.cerita-islami.com

Dosa Diampuni Karena Menolong Anak Kucing

Assalamu’alaikum wr. wb.
Inilah rahasia dari Imam As-Syibli yang memiliki nama Syeikh Abu Bakr ibn Dulaf ibn Jahdar. Ia dikenal sebagai ulama sufi yang menghabiskan banyak waktunya untuk menimba ilmu dan berguru kepada banyak ulama di zamannya. Dengan ketaatan yang tinggi dalam hal ibadah, nyatanya tidak menjadi jaminan bahwa seseorang bisa diampuni dosanya, seperti kisah Imam As-Syibli, kebaikan yang remeh pun bisa menjadi penolongnya.

Kisahnya

Imam As-Syibli dikenal juga dengan keistiqomahannya dalam beribadah dan shalat serta puasa. Akan tetapi, dari sekian banyak amal ibadah yang dialkukan Imam As-Syibli semasa hidup, hanya satu amalan yang menurut orang lain ringan, yang dapat menghapus dosa As-Sibli dan berhasil meraih ampunan Allah SWT.
Di dalam kitab Nashaih Al Ibad karya Syeikh Imam Nawai Al-Batani dikisahkan, setelah sekian waktu lamanya Imam As-Syibli wafat, ada seorang temannya yang memimpikannya. Dalam mimpinya itu terlihat Imam As-Syibli nampak mendapatkan nikmat kubur.
“Wahai Imam As-Syibli, apa yang diperbuat Allah SWT kepadamu?” tanya temannya.
“Allah telah menempatkanku di tempat yang mulia,” jawab Imam As-Syibli.
“Tolong beritahu aku amal apa yang engkau perbuat sehingga mendapatkan kemuliaan itu?” pinta temannya.

Mendapatkan Ampunan Allah SWT

Imam As-Syibli pun bercerita bahwa dirinya pernah ditanya Allah SWT tentang amal yang membuat ampunan datang kepadanya. Imam As-Syibli menjawab kalau dirinya telah melakukan amal baik dan ikhlas dalam beribadah. Akan tetapi, jawaban itu disangkal oleh Allah SWT. Imam As-Syibli pun langsung menjawab amal lainnya.
“Mungkin karena ibadah hajiku, puasaku, dan shalatku,” kata Imam As-Syibli.
Namun, lagi-lagi penyataan itu ditolak oleh Allah SWT. Imam As-Syibli lantas mencoba mengingat-ingat amal baiknya lagi semasa hidupnya.
“Atau mungkin karena kelanggenganku dalam mencari ilmu,” tebaknya.
Pernyataan itu kembali disangkal oleh Allah SWT hingga akhirnya Imam As-Syibli menyerah. Ia kemudian berkata,
“Ya Rabbi, semua itu adalah amalanku yang karenya aku harap Engkau mau memaafkanku.”
Kemudian Allah SWT berfirman,
“Semua itu tidaklah membuatKu mau mengampunimu.”
Dosa Diampuni Karena Menolong Anak Kucing

Imam As-Syibli Menolong Anak Kucing

Imam As-Syibli lantas bertanya,
“Lalu, karena apa Engkau berkenan mengampuniku?”
Allah SWT berfirman,
“Ingatkah engkau, ketika engkau berjalan di pinggiran kota Baghdad, engkau menemukan seekor anak kucing yang kedinginan dan merapatkan tubuhnya ke sebuah tembok. Kemudian karena merasa kasihan, engkau mengambil anak kucing itu dan memasukkannya ke dalam saku jubahmu agar ia terjaga dari kedinginan?”
“Iya,” jawab Imam As-Syibli.
Allah SWT berfirman,
“Karena rasa kasihmu pada anak kucing itulah Aku berkenan mengampunimu.”
Imam As-Syibli bersyukur telah mendapatkan ampunan Allah SWT. Ia sendiri tak menyangka jika amal menolong kucing itulah yang mengantarkannya mendapatkan kemuliaan dari Allah SWT.
Setelah mendapatkan penjelasan itu, teman Imam As-Syibli sadar bahwa amal ibadah yang dilakukan di dunia aini tidak menjadi jaminan mendapatkan ampunan dari Allah SWT. Bisa jadi ampunan itu karena amal-amal lain yang mungkin ringan dan remeh untuk dikerjakan, seperti menolong hewan dan tumbuhan.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
sumber : www.cerita-islami.com

Jalur Taqwa dan Jalur Fatwa

Jalur Taqwa Dan Jalur Fatwa
Di dalam dunia Islam, khususnya di kalangan sunni ada empat Imam Mazhab yang terkenal. Mereka adalah Imam Malik, Imam Hanafi, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad. Disamping mereka terdapat juga sederet nama Imam dalam dunia fiqh dan ijtihad. Diantaranya Imam Sufyan Ats Tsauri, Imam Al ‘Auzai, Abdullah ibnu Mubarok dll.
Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit al-Kufiy adalah seorang yang alim di negeri Irak. Seorang Mujtahid, Alim Ulama yang dalam ilmunya, beliau lebih dikenal dengan nama Imam Hanafi.Masa mudanya disibukkan dengan mencari atsar/hadits. Dikenal sebagai orang yang cermat dan pandai mencari solusi dari masalah masalah yang pelik.Diantara guru yang pernah mengajarnya adalah Sahabat Nabi Anas bin Malik r.a. Juga Ulama besar lainnya seperti Atha’ bin Abi Rabbah, Asy-Sya’bi, Adi bin Tsabit, Abdurrahman bin Hurmuj al-A’raj, Amru bin Dinar, Thalhah bin Nafi’, Nafi’ Maula Ibnu Umar, Qotadah bin Di’amah, Qois bin Muslim, Abdullah bin Dinar, Hamad bin Abi Sulaiman ,Abu Ja’far Al-Baqir, Ibnu Syihab Az-Zuhri. Tidak kurang dari lima orang Sahabat pernah ia jumpai. Imam Hanafi termasuk Ulama generasi Tabi’in.
Imam Hanafi pernah menolak diangkat sebagai Qodhi(Hakim) oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Akibatnya ia harus menderita hukuman cambuk 110 kali. Akibat keteguhan hatinya maka kemudian ia dilepaskan.
Seorang Ulama Besar Abdullah ibnu Mubarok berkata, “Kalaulah Allah tidak menolong saya melalui Abu Hanifah dan Sufyan Ats-Tsauri maka saya hanya akan seperti orang biasa”. Beliau juga berkata, “Aku datang ke kota Kufah, aku bertanya siapakah orang yang paling wara’ di kota Kufah? Maka mereka penduduk Kufah menjawab Abu Hanifah”. Beliau juga berkata, “Apabila atsar telah diketahui, dan masih membutuhkan pendapat, kemudian Imam Malik berpendapat, Sufyan Ats-Tsauri berpendapat dan Abu Hanifah berpendapat maka yang paling bagus pendapatnya adalah Abu Hanifah … dan dia orang yang paling faqih dari ketiganya”
Beberapa nasihat dari Imam Hanafi adalah :
  1. Apabila telah shahih sebuah hadits maka hadits tersebut menjadi madzhabku
    Berkata Syaikh Nashirudin Al-Albani, “Ini merupakan kesempurnaan ilmu dan ketaqwaan para imam. Dan para imam telah memberi isyarat bahwa mereka tidak mampu untuk menguasai, meliput sunnah/hadits secara keseluruhan”
  2. Tidak halal bagi seseorang untuk mengambil/memakai pendapat kami selama dia tidak mengetahui dari dalil mana kami mengambil pendapat tersebut.
Sebagai bukti dari kecermatan dan kedalaman pemahaman fiqh Imam Hanafi adalah suatu peristiwa berikut ini.Suatu ketika seseorang bertanya kepada Imam Hanafi.” Wahai Abu Hanifah, apakah sholat yang aku lakukan tetap sah padahal pakaian yang aku pakai terkena lumpur tanah ?”. Imam Hanafi menjawab, “Ya, sholatmu tetap sah”. Beberapa hari kemudian setelah berkumandang azan nampak terlihat Imam Hanafi sedang membersihkan pakaiannya yang sedang terkena lumpur dan hendak melakukan sholat. Orang yang kemarin bertanya pun menyakan apa yang dilakukan oleh Imam Hanafi. “Wahai Abu Hanifah kemarin engkau berkata bahwa sholat akan tetap sah meski pakaian terkena lumpur, tapi kenapa engkau sekarang membersihkan pakaianmu dari lumpur ?”. Sang Imam pun menjawab “Apa yang kemarin kamu lakukan itu adalah jalur fatwa sedangkan yang sedang aku lakukan sekarang adalah jalur taqwa”.
Begitu dalam hikmah yang ada pada diri Imam Hanafi. Dia telah memberi contoh keluwesan dalam masalah fiqh.Kita perlu mengetahui bahwa tingkatan iman tiap orang berbeda beda dan sangat perlu bagi Alim Ulama yang menjadi rujukan umat sebagai tempat bertanya agar bisa memahami karakteristik problema umat ini. Semoga kita bisa mengambil hikmah dari kehidupan yang pernah dijalani oleh orang orang sholeh.
sumber : www.cerita-islami.com

Haji Dengan Seratus Rupiah

Haji Dengan Seratus Rupiah
Pergi Haji Modal ‘Seratus Rupiah’
Tahun 1991, ibadah haji, ONH-nya sekitar enam juta rupiah.
Bertambah lama seiring dengan perubahan nilai tukar rupiah, ONH semakin misalnya tujuh juta, sembilan juta, dua belas juta, dua puluh satu juta, dua puluh lima juta rupiah,
Bagaimana kalau ada orang yang pergi haji dengan modal ‘seratus rupiah’ saja…?
Pada hari minggu pagi yang cerah, seperti biasanya saya pergi belanja di salah satu pasar. Suatu ketika saya belanja palawija pada seorang ibu setengah baya. Ada satu hal yang membuat saya terpana. Saya sangat tertarik melihat cara ibu tersebut melayani pembelinya.
Karena tertarik, maka setiap saya pergi ke pasar tersebut saya selalu memperhatikan lebih seksama lagi terhadap perilakunya. Beberapa kali saya perhatikan menjadikan saya lebih ‘penasaran’ untuk lebih mengikuti secara rutin kejadian demi kejadian yang ‘diperagakan’ oleh ibu tersebut.
Katakanlah ia bernama Ibu Asih. Apa yang dilakukannya setiap ia melayani pembelinya? Yang membuat saya kagum tiada habisnya ialah, setiap ia selesai menjual barang dagangannya, secara spontan mulutnya selalu bergumam lirih dengan ucapan “Alhamdulillah”
Apakah dagangannya laku sedikit atau laku banyak, selalu saja mulutnya bergumam alhamdulilaah sebagai ungkapan rasa syukurnya.
Yang lebih menarik lagi ialah setiap ada orang peminta-minta yang menengadahkan tangannya, tidak satupun yang tidak diberinya, demikian pula tak satupun seorang pengamen yang lewat yang tidak diberinya.
Meskipun ia sedang sibuk melayani orang-orang yang sedang membeli barang dagangannya, selalu saja ia menyempatkan tangannya untuk memberi mereka. Diambilnya uang logam seratus rupiah, yang rupanya sudah disediakan untuk orang-orang tersebut. Sayangnya saya tidak pernah bertanya kepadanya kira-kira ada berapa puluh orang dalam satu hari ia memberi orang miskin dan para pengamen tersebut .
Ini sebuah kejadian yang nampaknya biasa-biasa saja. Tetapi memiliki nilai yang sangat tinggi dalam kehidupan sosial maupun dalam kehidupan religius. Ucapan syukur beserta penghayatan dan sekaligus pengamalannya telah diperagakan oleh ibu Asih. Meskipun dengan cara sederhana dan dengan nilai rupiah yang kecil.
Hal ini sangat berbeda sekali dengan kondisi sebuah toko yang lebih besar, yang letaknya tidak seberapa jauh dari ibu penjual palawija ini.
Di depan toko itu tertempel kertas putih bertuliskan kalimat yang cukup ‘sopan’ yaitu : ‘maaf ngamen gratis’
Sebuah retorika yang cukup sopan dan lembut, tetapi jika dilihat dari sudut pandang yang lebih arif, kita bisa menyimpulkan bahwa hati dan perasaan ibu Asih jauh lebih lembut dari pemilik toko tersebut.
Saya menaksir bahwa keuntungan yang diraih oleh pemilik toko tersebut nampaknya cukup besar setiap harinya. Tetapi ia tidak mau dan tidak rela ‘berbagi rasa’ dengan para pengamen dan para pengemis, walaupun hanya seratus rupiah saja.
Sungguh sangat berbeda dengan kondisi ibu Asih, yang dagangannya jauh lebih kecil dibanding toko tersebut, tetapi ia mempunyai hati yang lembut dan rasa welas asih kepada para pengamen dan para peminta-minta.
Setelah saya amati sekian lama, hasil dari perilaku ibu Asih tersebut sungguh luar biasa. Kami perhatikan barang dagangannya bertambah lama semakin bertambah besar. Dan klimaksnya, beberapa waktu yang lalu ia dapat pergi menunaikan ibadah Haji bersama suaminya.
Dan saya pun merenung. Allah telah mengganti nilai seratus rupiah yang diperuntukkan bagi orang-orang miskin itu. Sekarang tumbuh menjadi dua buah ONH bu Asih dan suaminya. Sungguh luar biasa!
Satu lagi yang dapat saya simpulkan, bahwa ucapan alhamdulillaah di bibir ibu Asih mempunyai timbangan setara dengan lima puluh juta rupiah. Subhaanallah…
Apa janji Allah Swt ?
QS. Ibrahim : 7
“Barangsiapa yang mensyukuri nikmatKu, pasti akan Aku tambah, dan barang siapa yang lalai dan kufur terhadap nikmatKu, maka tunggulah siksaKu amatlah pedihnya ”
Melihat contoh sederhana dalam kehidupan semacam ini, sebagai orang yang beriman tentu hati kita menjadi tergerak untuk menirunya. Meniru kelemah lembutan hatinya. Meniru kepeduliannya. Meniru rasa percaya dirinya akan balasan dari Allah Swt. Dan meniru bagaimana cara mengungkapkan rasa syukurnya.
Yah, kadang-kadang manusia memang harus banyak belajar dari manusia lainnya. Bahkan dari semua peristiwa yang telah terjadi. Karena semua peristiwa yang telah terjadi di dunia ini adalah contoh berharga yang harus kita pelajari, kita baca, dan kita renungkan. Semua itu merupakan ilmu Allah yang sangat mahal nilainya.
Dengan ‘modal’ seratus rupiah, bu Asih berangkat Haji bersama suami…!
QS. Al Baqarah: 152
Maka ingatlah kepadaKu, supaya Aku juga ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepadaKu, dan janganlah menjadi orang yang tidak tahu berterima kasih.

Langit Bumipun Bertasbih Kepada Allah

Kita mengetahui bagaimana bintang-bintang itu beredar pada porosnya sebagaimana mengetahui tumbuh-tumbuhan, gunung-gunung berdiri dan bergerak mengikuti sunnah-Nya, sesungguhnya semuanya itu bersujud dan bertasbih kepada khaliknya. Akan tetapi kita tidak mengetahui bagaimana cara mereka bersujud dan bertasbih.
Langit Bumipun Bertasbih Kepada Allah
Firman Allah : “Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada didalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti mereka. Sesungguhya Dia adalah maha penyantun lagi maha Penyayang” (QS 17:44)

Kemudian Dia mengarah kepada langit yang masih berupa kabut lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi. silahkan kalian mengikuti perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa. Jawab mereka “Kami mengikuti dengan suka hati” (QS 41:11)

Ayat-ayat di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa tasbih mereka bukanlah sebuah kata-kata seperti manusia bertasbih, akan tetapi merupakan bentuk kepasrahan dan kepatuhan atas perintah Allah, sehingga gerak mereka serta arah tujuannya berserah atas kehendak perintah Ilahi. Dengan demikian butir-butir atom, bumi, matahari, bintang-bintang bergerak pada orbit atau garis yang telah ditentukan oleh-Nya. Itulah yang dinamai ber-islam, yang artinya berserah diri atas kemauan Allah Yang Maha Pengasih. Yaitu pasrah atas peraturan-peraturan (sunnah-sunnah) yang telah ditentukan oleh Allah Swt. Maka dari itu paradigma pasrah bukanlah orang pasif yang tidak bergerak, malah sebaliknya orang yang pasrah adalah orang aktif yang mengikuti perintah-perintah di dalam syariat, berdagang, belajar, berperang, membayar zakat, berhaji, beternak, bertani, bermanajemen dll.
Hal ini diibaratkan seperti kalau kita membeli sebuah mobil. Si perancang telah menyiapkan manualnya untuk memudahkan kita menghidupkan dan menjalankan mesin mobil tersebut, serta untuk mengetahui suku cadang yang harus diganti jika terjadi kerusakan. Manual yang berisi ketentuan/aturan ini tidak bisa diganti seenaknya sesuai dengan kemauan kita, karena bisa-bisa akan mengakibatkan benturan/berlawanan dengan keinginan perancangnya, yang pada akhirnya mungkin akan membuat mesin mobil menjadi rusak dan tidak dapat berjalan dengan baik.
Perbuatan mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan oleh perancang dalam ilustrasi diatas menggambarkan kepasrahan dan kepatuhan terhadap ketentuan si perancang. Demikian pula dengan kepasrahan terhadap ketentuan yang telah ditulis dalam Al Qur’an dan Al Hadist ataupun dalam ayat-ayat kauniyah (hukum yang diikuti oleh alam semesta / hukum alam), semuanya mengikuti sistem dan keinginan ilahi. Mereka bersujud patuh atas ketetapan-Nya dengan suka hati.
Didalam serat Pepali Ki Ageng Selo, dzikir berarti patrap, yaitu orang susila, orang beradab. Peradaban atau kesusilaan seseorang ditentukan oleh pendirian hidupnya dan kesusilaan dalam arti kata yang sedalam-dalamnya dan terikat pada sarat-sarat utama, yaitu dapat menguasai diri sendiri, yang dijabarkan sbb :
  • Menguasai tubuh sepenuhnya, yang berarti mampu untuk menguasai perjalanan nafas dan darah, sehingga orang tidak lekas naik darah dan tidak mudah dipermainkan oleh urat syarafnya (nervous) yang besar faedahnya bagi kesehatan badan.
  • Menguasai perasaan, yaitu dapat menahan rasa marah, jengkel, sedih, takut dan sebagainya, sehingga dalam keadaan bagaimanapun juga selalu tenang dan sabar, oleh karena itu lebih mudah untuk dapat mengambil tindakan-tindakan yang setepat-tepatnya.
  • Menguasai pikiran, sehingga pikiran itu dalam waktu-waktu yang terluang tidak bergelandangan semaunya sendiri dengan tidak terarah dan bertujuan, akan tetapi dapat diarahkan untuk memperoleh pengertian dan kesadaran tentang soal-soal hidup yang penting.
Orang patrap (dzikir, sadar) dalam Islam diidealisasikan dalam sosok Nabi Muhammad sebagai uswatun hasanah, tidak kenal rasa takut tidak gentar dalam keadaan bagaimanapun juga, beliau selalu sabar, dan tenang dan selalu diliputi oleh rasa kasih sayang kepada sesama hidup dan karena itu beliau dicintai oleh semua ummat manusia, beliau mencintai segala ciptaan Allah. Sikap dzikir sempurna seperti itu pernah dicontohkan Rasulullah, tatkala tiba-tiba Da’tsur menodongkan pedangnya kearah leher nabi, seraya berkata lantang: “Siapa yang akan menolong engkau dalam keadaan seperti ini, ya Muhammad?”. “Allah yang menolongku”, jawab nabi dengan tenang.
Jawaban sederhana yang tidak disangka-sangka oleh Da’tsur, merontokkan karang hati yang pongah, tubuhnya bergetar seakan tidak lagi disanggah oleh tulang-tulangnya yang besar. Daya apa gerangan yang mengalir dari mulut Muhammad, membuat jiwanya sesaat seperti mati tak berdaya. Pedangnya terpental jatuh ketanah, kemudian Rasulullah berganti membalas menodongkan pedang
kearah leher Da’tsur, dan beliau berkata : “Siapa yang akan menolong engkau ,ya Da’tsur?” Ia jatuh bersimpuh pada kaki Rasulullah sambil mengiba untuk diampuni atas sikapnya yang congkak dan berkata hanya enkau ya Muhammad yang bisa menolongku. Seketika itu Rasulullah menasehatinya agar ia kembali ke jalan Islam.
Peristiwa di atas merupakan sikap sempurna dari Dzikir Rasulullah. Keadaan seperti itulah yang dimaksudkan islam sebagai kepasrahan dan kepercayaan akan kekuasaan Allah, perlindungan, kedekatan dan kemahatinggian Allah diatas segala-galanya.
Dzikir kepada Allah bukan hanya sekedar menyebut nama Allah di dalam lisan atau didalam pikiran dan hati. Akan tetapi dzikir kepada Allah ialah ingat kepada Asma, Dzat, Sifat, dan Af”al-Nya. Kemudian memasrahkan kepada-Nya hidup dan mati kita, sehingga tidak akan ada lagi rasa khawatir dan takut maupun gentar dalam menghadapi segala macam mara bahaya dan cobaan. Sebab kematian baginya merupakan pertemuan dan kembalinya ruh kepada raja diraja Yang Maha Kuasa. Mustahil orang dikatakan berdzikir kepada Allah yang sangat dekat, ternyata hatinya masih resah dan takut, berbohong, tidak patuh terhadap perintah-Nya dll. Konkritnya berdzikir kepada Allah adalah merasakan keberadaan Allah itu sangat dekat, sehingga mustahil kita berlaku tidak senonoh
dihadapan-Nya, berbuat curang, dan tidak mengindahkan perintah-Nya.
Seperti yang pernah saya singgung mengenai syetan yang ma’rifat kepada Allah, bertauhid kepada Allah, dan berdo’a kepada-Nya, memuja-Nya, namun ia enggan mengikuti perintah-Nya. Orang berdzikir seperti ini sama kedudukannya dengan kedudukan syetan yang terkutuk.
Allah berfirman : “Hai iblis , apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri atau kamu merasa termasuk orang yang lebih tinggi ?”
Iblis berkata : Aku lebih baik dari padanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.
Allah berfirman: “Maka keluarlah kamu dari surga, sesungguhnya kamu adalah yang terkutuk, sesungguhnya kutukan-Ku tetap atas kamu sampai hari pembalasan.”
Iblis berkata: “Ya Tuhanku, beri tangguhlah aku sampai hari mereka dibangkitkan.”
Allah berfirman: “Sesungguhnya kamu termasuk orang yang diberi tangguh. Sampai hari yang telah ditentukan waktunya ( hari kiamat).”
Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan mereka kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis diantara mereka. (QS 38:75-83)
Kalau kita perhatikan dialog Iblis dengan Allah di atas, kelihatan sekali bekas keakraban antara Khaliq dan makhluq-Nya. Dia sangat percaya kepada Allah, dia bertauhid, dan mengetahui bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah, dia juga memuja Allah dengan menyebut “faizzatika” (demi kekuasaan Engkau). Dia selalu memanggil Allah dengan sebutan “Ya Rabbi” (Ya tuhanku), dan yang terakkhir dia dikabulkan doanya agar dipanjangkan usianya sampai hari kiamat. Hampir saja sempurna sang iblis sebagai hamba yang sangat dekat, memohon kepada Allah (berdo’a), bertauhid dan berma’rifat kepada-Nya. Hanya satu kesalahan sang iblis ini, yaitu tidak mau mengindahkan perintah-Nya untuk bersujud (menghormati) kepada Adam. Berarti ia tidak mengakui atau tidak menerima keputusan
Allah yang Maha Bijaksana, disebabkan kesombongan merasa paling baik dari dirinya, ana khairu minhu , aku lebih baik dari Adam !!!
Ada sebagian ahli dzikir yang tidak mau melaksanakan ibadah shalat, dengan dalil sudah sampai kepada tingkat ma’rifat atau fana. Dengan alasan wa aqimish shalata lidzikri (dirikanlah shalat untuk mengingat Aku … QS 20:14), karena tujuan shalat adalah ingat. Namun ia tidak sadar, bahwa ingat disini … tidak hanya kepada nama-Nya atau kepada dzat-Nya, akan tetapi konsekwensinya harus menerima apa kemauan yang diingat, yaitu kemauan Allah Swt seperti apa yang telah diperintahkan didalam syariat-Nya .
Bandingkan dengan sikap syetan yang tidak mengikuti kemauan Ilahi. Perbuatan khariqul `adah (meninggalkan kebiasaan syariat) dianggap perbuatan seorang waliyullah. Padahal nabi Muhammad dan para sahabat menegakkan syariat shalat, dan mu’amalah. Sedang kedudukan beliau berada diatas para wali manapun di dunia. Dengan alasan yang seakan masuk akal, serta dengan ditandai
(ditambahi) kelebihan-kelebihan spiritual yang menakjubkan. Janganlah anda heran jika setanpun mampu menembus alam-alam ghaib dan mampu menyelami pikiran dan hati manusia, … bahkan ia mampu berjalan melalui aliran darah (yajri dam) karena memang ia dikabulkan permintaannya. Seorang wali adalah kekasih Allah dan merupakan wakil Allah didalam melaksanakan tugas-tugas
menegakkan syariat Alqur’an dan As sunnah.
Lalu Apa yang Dimaksud dengan Dzikir Lisan, Dzikir Qalbi atau Dzikir Sirri?
Syekh Ahmad Bahjad dalam bukunya “Mengenal Allah”, memberikan pengertian sbb : “Dzikir secara lisan seperti menyebut nama Allah berulang-ulang. Dan satu tingkat diatas dzikir lisan adalah hadirnya pemikiran tentang Allah dalam kalbu, kemudian upaya menegakkan hukum syariat Allah dimuka bumi dan membumikan Al Qur’an dalam kehidupan. Juga termasuk dzikir adalah memperbagus kualitas amal sehari-hari dan menjadikan dzikir ini sebagai pemacu kreatifitas baru dalam bekerja dengan mengarahkan niat kepada Allah ( lillahita’ala ).” Sebagian ulama lain membagi dzikir menjadi dua yaitu: dzikir dengan lisan, dan dzikir di dalam hati. Dzikir lisan merupakan jalan yang akan menghantar pikiran dan perasaan yang kacau menuju kepada ketetapan dzikir hati; kemudian dengan dzikir hati inilah semua kedalaman ruhani akan kelihatan lebih luas, sebab dalam wilayah hati ini Allah akan mengirimkan pengetahuan berupa ilham.
Imam Alqusyairi mengatakan : “Jika seorang hamba berdzikir dengan lisan dan hatinya, berarti dia adalah seorang yang sempurna dalam sifat dan tingkah lakunya.”
Dzikir kepada Allah bermakna, bahwa manusia sadar akan dirinya yang berasal dari Sang Khalik, yang senantiasa mengawasi segala perbuatannya. Dengan demikian manusia mustahil akan berani berbuat curang dan maksiat dihadapan-Nya. Dzikir berarti kehidupan, karena manusia ini adalah makhluq yang akan binasa (fana), sementara Allah senantiasa hidup, melihat, berkuasa, dekat, dan
mendengar, sedangkan menghubungkan (dzikir) dengan Allah, berarti menghubung-kan dengan sumber kehidupan (Al Hayyu).
Sabda Rasulullah : “Perumpamaan orang yang berdzikir dengan orang yang tidak berdzikir seperti orang yang hidup dengan orang yang mati.” (HR. Bukhari)
Itulah gambaran dzikir yang dituturkan Rasulullah Saw. Bahwa dzikir kepada Allah itu bukan sekedar ungkapan sastra, nyanyian, hitungan-hitungan lafadz, melainkan suatu hakikat yang diyakini didalam jiwa dan merasakan kehadiran Allah disegenap keadaan, serta berpegang teguh dan menyandarkan kepada-Nya hidup dan matinya hanya untuk Allah semata.
Firman Allah :
“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu (jiwamu) dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (QS 7:205)

Aku hadapkan wajahku kepada wajah yang menciptakan langit dan bumi, dengan lurus. Aku bukanlah orang yang berbuat syirik, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku kuserahkan (berserah diri) kepada Tuhan sekalian Alam ….
Adapun hitungan-hitungan lafadz, seperti membaca Asmaul Husna, membaca Alqur’an, shalat, haji, zakat, dll, merupakan bagian dari sarana dzikrullah, bukan dzikir itu sendiri, yaitu dalam rangka menuju penyerahan diri (lahir dan batin) kepada Allah. Tidak ada kemuliaan yang lebih tinggi dari pada dzikir dan tidak ada nilai yang lebih berharga dari usaha menghadirkan Allah dalam hati, bersujud karena keagungan-Nya, dan tunduk kepada semua perintah-Nya serta menerima setiap keputusan-Nya Yang Maha Bijaksana
Dzikir berarti cinta kepada Allah, tidak ada tingkatan yang lebih tinggi diatas kecintaan kepada Allah …, maka berdzikirlah kamu (dengan menyebut ) Allah, sebagaimana kamu ingat kepada orang tua kalian, atau bahkan lebih dari itu …. (QS 2:200)

“Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. dan Allah  tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS 9:24 )
Dzikrullah Rohnya Seluruh Peribadatan
Pada tatanan spiritualitas Islam, dzikrullah merupakan kunci membuka hijab dari kegelapan menuju cahya Ilahi. Alqur’an menempatkan dzikrullah sebagai pintu pengetahuan makrifatullah, sebagaimana tercantum dalam surat Ali Imran 190-191 : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, atau sambil duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (QS 3:190-191)

Kalimat “yadzkurunallah” orang-orang yang mengingat Allah, didalam `tata bahasa arab’ berkedudukan sebagai ma’thuf (tempat bersandar) bagi kalimat-kalimat sesudahnya, sehingga dzikrullah merupakan dasar atau azas dari semua perbuatan peribadatan baik berdiri, duduk dan berbaring serta merenung (kontemplasi). Dengan demikian praktek dzikir termasuk ibadah yang bebas tidak
ada batasannya. Bisa sambil berdiri, duduk, berbaring, atau bahkan mencari nafkah untuk keluarga sekalipun bisa dikatakan berdzikir, jika dilandasi karena ingat kepada Allah. Juga termasuk kaum intelektual yang sedang meriset fenomena alam, sehingga menemukan sesuatu yang bermanfaat bagi seluruh manusia.
Dzikrullah merupakan sarana pembangkitan kesadaran diri yang tenggelam, oleh sebab itu dzikir lebih komprehensif dan umum dari berpikir. Karena dzikir melahirkan pikir serta kecerdasan jiwa yang luas, maka dzikrullah tidak bisa hanya diartikan dengan menyebut nama Allah, akan tetapi dzikrullah merupakan sikap mental spiritual mematuhkan dan memasrahkan kepada Allah Swt.
Dari Dardaa Ra :
Bersabda Rasulullah Saw “Maukah kalian saya beritakan sesuatu yang lebih baik dari amal-amal kalian, lebih suci dihadapan penguasa kalian, lebih luhur di dalam derajat kalian, lebih bagus bagi kalian dari pada menafkahkan emas dan perak, dan lebih bagus dari pada bertemu musuh kalian (berperang) kemudian kalian menebas leher-leher mereka atau merekapun menebas leher-leher kalian ?” Mereka berkata : “baik ya Rasulullah”. Beliau bersabda : “dzikrullah” atau ingat kepada Allah (dikeluarkan oleh At thurmudzy dan Ibnu Majah, dan berkata Al Hakim: shahih isnadnya).

Betapa dzikrullah ditempatkan pada posisi yang sangat tinggi, karena merupakan jiwa atau rohnya seluruh peribadatan, baik shalat, haji, zakat, jihad dan amalan-amalan lainnya. Dari sisi lain, Allah sangat keras mengancam orang yang tidak ingat kepada Allah didalam ibadahnya. Seperti dalam surat Al Ma’un ayat :4-6 :
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya’.” fashalli lirabbika … maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu ( QS. 108:2 )

Perbuatan riya’ ialah melakukan suatu amal perbuatan tidak untuk mencari keridhaan Allah, akan tetapi untuk mencari pujian atau kemasyhuran di masyarakat. Amal perbuatan seperti itu yang akan ditolak oleh Allah, dan dikategorikan bukan sebagai perbuatan Agama (Ad dien).
Banyak orang yang mendirikan shalat, sementara ia hanya mendapatkan rasa lelah dan payah ( Al Hadist )
Sabda Nabi Saw :
“Akan datang pada suatu masa, orang yang mengerjakan shalat, tetapi mereka belum merasakan shalat” (HR. Ahmad, dalam risalahnya: Ash shalatu wa ma yalzamuha)

Jadi jelaslah maksud hadist-hadist di atas bahwa seluruh peribadatan bertujuan untuk memasrahkan diri dan rela kepada Allah, sebagaimana pasrahnya alam semesta…
Untuk mencapai kepada tingkatan yang ikhlas kepada Allah serta menerima Allah sebagai junjungan dan pujaan, jalan atau sarana yang paling mudah telah diberikan Allah, yaitu dzikrullah. Keikhlasan kepada Allah mustahil bisa dicapai, tanpa melatih dengan menyebut nama Allah serta melakukan amalan-amalan yang telah ditetapkan-Nya.
Telah menyebutkan Abdullah bin Yusr, bahwa sesungguhnya ada seorang lelaki berkata. wahai Rasulullah, sesungguhnya syariat iman itu sungguh amat banyak bagiku, maka kabarkanlah kepadaku dengan sesuatu yang aku akan menetapinya. Beliau bersabda :
“Senantiasa lisanmu basah dari dzikir (ingat) kepada Allah Ta’ala.”

Keluhan laki-laki yang datang kepada Rasulullah menjadi pelajaran dan renungan bagi kita, yang ternyata syariat iman itu amat banyak jumlahnya dan tidaklah mungkin kita mampu melaksanakan amalan syariat yang begitu banyak tersebut, kecuali mendapatkan karunia bimbingan dan tuntunan dari Allah Swt. Rasulullah telah memberikan solusinya dengan memerintahkan selalu membasahi lisan kita dengan menyebut nama Allah.
Dengan cara melatih berdzikir kepada Allah kita akan mendapatkan ketenangan, kekhusyu’an dan kesabaran yang berasal dari Nur Ilahi.
Keutamaan Berdzikir Kepada Allah Apabila benar-benar mengerjakan dzikir menurut cara yang dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya, sedikitnya ada dua puluh keutamaan yang akan dikarunikan kepada yang melakukannya, yaitu (Al Fathul Jadied : syarah At Targhieb Wat Tarhieb):
1.     Mewujudkan tanda baik sangka kepada Allah dengan amal shaleh ini.
2.     Menghasilkan rahmat dan inayat Allah.
3.     Memperoleh sebutan yang baik dari Allah dihadapan hamba-hamba yang pilihan.
4.     Membimbing hati dengan mengingat dan menyebut Allah.
5.     Melepas diri dari azab.
6.     Memelihara diri dari was-was syaitan khannas dan membentengi diri dari ma’syiat.
7.     Mendatangkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
8.     Mencapai derajt yang tinggi di sisi Allah.
9.     Memberikan sinaran kepada hati dan menghilangkan kekeruhan jiwa.
10.                        Menghasiilkan tegaknya suatu rangka dari iman dan islam.
11.                        Menghasilkan kemuliaan dan kehormatan pada hari kiamat.
12.                        Melepaskan diri dari rasa sesal.
13.                        Memperoleh penjagaan dari para malaikat.
14.                        Menyebabkan Allah bertany tentang keadaan orang-orang yang berdzikir itu.
15.                        Menyebabkan berbahagianya orang-orang yang duduk beserta orang-orang yang berdzikir, walaupun orang turut duduk itu tidak berbahagia.
16.                        Menyebabkan dipandang ahlul ihsan, dipandang orang-orang yang berbahagia dan pengumpul kebajikan.
17.                        Menghasilkan ampunan dan keridhaan Allah.
18.                        Menyebabkan terlepas dari suatu pinti fasik dan durhaka. Karena orang yang tidak menyebut Allah (tidak berdzikir) dihukum sebagai orang fasik.
19.                        Merupakan ukuran untuk mengetahui derajat yang diperoleh di sisi Allah.
20.                        Menyebabkan para Nabi dan orang-orang mujahidin (syuhada) menyukai dan mengasihi.
Dengan sebagian manfaat yang tercantum di atas, layaklah jika dzikrullah didudukkan sebagai pintu pembuka jalan kebajikan dan jalan makrifatullah. Keutamaan-keutamaan tersebut bukan sekedar catatan yang menarik bagi kaum muslimin, akan tetapi hal tersebut bisa kita peroleh dan dirasakan dengan sebenar-benarnya, apabila kita serius dan sungguh-sungguh dalam melaksanakan
amalan-amalan dzikir kepada Allah.
Dalil-dalil yang Menganjurkan Dzikrullah Serta Ancaman Bagi Yang Meninggalkannya
AYAT-AYAT AL-QUR’AN
1. Surat Ali”Imran (190-191)
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda dari orang yang berakal. (3-190) (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksaan neraka (QS 3:190-191). 2. Surat An Nisaa’ (103)
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah diwaktu berdiri, diwaktu duduk dan diwaktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguh-nya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman (QS 4:103).
3. Surat Al Anfaal (45)
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung (QS 8:45).
4. Al Munaafiquun (9)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi (QS 63:9).
5. Al Mujaadilah (19)
Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa golongan syetan itulah golongan yang merugi( QS 58:19).
6. Az Zukhruf (36)
Barang siapa yang berpaling dari ingat kepada yang maha pemurah, kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syetan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya (QS 43:36).
7. An Nisa (142)
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka . Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas,…mereka bermaksud riya’( dengan shalat) dihadapan manusia,… tidaklah mereka menyebut Allah kecuali hanya sedikit sekali (QS 4:142).
8. Al Baqarah (152)
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari (nikmatku) (QS 2:152)
9. Al Baqarah (200)
Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau bahkan lebih banyak dari itu (QS 2:200).
10. Al Ahzab (35)
Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah , Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang benar (QS 33:35).
11. Al Ahzab (41)
Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah , dzikir sebanyak-banyak nya (QS 33:41).
12. An Nur (37)
Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual beli dari mengingat Allah , dan (dari) membayar zakat . mereka takut kepada suatu hari yang ( dihari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang (QS 24:41).
13. Al A’Raaf (205)
Dan sebutlah (nama) Tuhanmu didalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut dan tidak mengeraskan suaramu, diwaktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai (tidak berdzikir) (QS 7:205)
14. Ar Ra’d (28)
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah, ingatlah, hanya dengan mengingat Allalh hati menjadi tentaram (QS 13:28).
15. Al Jumu’ah (9)
Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk sembahyang pada hari jum’at, maka segeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui (QS 62:9)
HADIST-HADITS RASULULLAH
1. Dari Abu Hurairah Ra. Dari Rasulallah Saw. Bersabda : barang siapa yang duduk pada suatu tempat duduk yang dia tidak dzikir (ingat) kepada Allah, dan atau ditempat itu, maka ada atasnya kebencian dari Allah ta’ala. Dan barang siapa bertiduran pada tempat tidur yang ia tidak dzikir kepada Allah ditempat itu, maka ada atasnya kebencian dari Allah, artinya merupakan kekurangan tabiat jelek dan kerugian. (dikeluarkan oleh Abu Dawud) 2. Banyaklah olehmu menyebut Allah disegenap keadaan karena tak ada sesuatu amal yang lebih disukai Allah dan tak ada yang sangat melepaskan hamba dari suatu bencana di dunia dan akhirat dari pada menyebut Allah (HR: At Tabrany )
3. Berfirman Allah Swt. Aku menurut persangkaan hamba-Ku kepada-Ku dan aku besertanya dimana ia mengingat akan Aku (HR Bukhari-Muslim)
4. Tidaklah duduk sesuatu kaum disuatu majelis lantas mereka menyebut nama Allah di majelis itu melainkan mengelilingi mereka dan rahmat menutupi mereka dan Allah menyebut mereka dihadapan orang-orang yang disisi-Nya ( HR Ibn Syaiban. Tahfudz Dzikirin:12)
5. Tiada berkumpul suatu kaum didalam suatu rumah Allah (masjid) untuk menyebut Allah hendak memperoleh keridhoan-Nya melainkan Allah memberikan ampunan kepada mereka itu. Dan menggantikan keburukan-keburukan mereka dengan berbagai kebaikan (HR Ahmad … At Targhieb 3:63 )
6. Barang siapa tiada banyak menyebut Allalh, maka sesungguhnya terlepas dia dari imannya ( HR. At Tabrany dalam Al Ausath )
7. Bahwasanya Allah berfirman: hai anak Adam, apabila engkau telah menyebut akan Aku, berarti engkau telah mensyukuri akan Aku. Dan apabila engkau telah melupakan akan Aku, berarti engkau telah mengingkari nikmat dan ihsan-Ku ( HR. At Tabrany dalam Al Ausath )
8. Perumpamaan orang yang menyebut tuhannya dengan orang orang yang tidak menyebut tuhannya, adalah umpama orang yang masih hidup dibanding dengan orang mati. ( HR. Bukhary ..At TarghiebWat Tarhieb 3:59)
9. Berkata Abu Hurairah Ra. Bersabda Nabi Muhammad Saw. Telah mendahului “mufarridun “. Mereka (para sahabat) berkata: Apakah Mufarridun itu? Beliau menjawab: orang-orang lelaki dan perempuan yang banyak menyebut nama Allah (dikeluarkan oleh Imam Muslim)
10. Telah menyebutkan Abdullah bin Yusr bahwa sesungguhnya ada seorang laki-laki berkata : Sesungguhnya syari’at iman itu sungguh amat banyak bagiku, maka kabarkanlah kepadaku dengan sesuatu yang aku menetapinya. Beliau bersabda : senatiasa lisanmu basah dari dzikir (ingat) kepada Allah Ta’ala.
Sudah terlalu banyak yang kita mengerti dari perintah-perintah Allah didalam Al Quran dan Al Hadist. Namun apakah akan tetap menjadikan dalil tinggallah dalil, dan kita tetap saja tidak mau berbuat banyak dalam melaksanakan peribadatan kepada Allah. Sampai kapan kita hanya mengumpulkan data-data keislaman yang tidak terhitung banyaknya. Apakah sebenarnya tujuan kita
beragama !? Bukankah kita akan kembali kepada-Nya dengan tidak membawa apa-apa (Pasrah) !?
Terlalu panjang … kalau kita membicarakan persoalan yang tiada habis-habisnya. Apalagi mempersoalkan hal furuiyyah … syariat Islam itu tidak sekedar soal hukum-hukum positif saja, tetapi banyak nilai spiritual yang belum digali dengan benar. Akibatnya kita ketinggalan dengan para Yogi India yang menekuni realitas kejiwaan yang bersifat universal, sehingga para penganutnya bukan saja dari kalangan hindu, akan tetapi sebagian orang Islam dan bangsa Eropa yang beragama Kristen telah menekuninya tanpa harus menjadi Hindu. Dan membawa manfaat baik lahir maupun mental spiritualnya. Mengapa nilai spiritual Islam tidak mampu menembus wilayah bangsa-bangsa lain yang bermanfaat bagi kedamaian manusia, yang diakui menyatakan Rahmatan lil’alamin !? Mengapa kita memandang mereka dengan rasa kebencian dan bermusuhan.? Padahal tidak semua orang kafir harus diperangi (harbi).
Mengapa kita tidak melakukan saja pekerjaan yang bermanfaat untuk kesejahteraan ummat manusia dan alam? Mengapa kita tidak menjadikan manusia itu cerdas dan bermental spiritual yang damai? Lihatlah bangsa Jepang, negara yang amat kecil dan disegani lawannya, dikagumi semua Ummat, padahal dia tidak memiliki pasukan penggempur musuh. Kita Ummat yang mengaku
khairun Ummat (Ummat yang terbaik), ternyata dilecehkan dan dihinakan, dijajah, dan tidak dipandang sebagai ummat yang cerdas, bahkan hampir disamakan dengan bangsa primitif, karena menonjolkan sifat kekasaran, dan kekuatan ototnya. Kita mudah marah dan tersinggung, jika dikatakan ummat islam itu terbelakang, yang identik dengan kemiskinan dan kebrutalan.
Kenyataannya kita sering dihambat oleh ummat sendiri. Al islam mahjubun bil Muslim, kreatifitas dan inovasi pemikiran dan kajian ummat, terkadang diserang habis habisan tanpa ikut meneliti terlebih dahulu kebenarannya dengan alasan bid’ah.
Orang yang menekuni bidang pendidikan, filsafat, dan ilmu-ilmu sain dianggap tidak memperjuangkan ummat, padahal mereka adalah orang yang mengisi khasanah keilmuan yang digali dalam literatur Islam yang penuh dengan persoalan-persoalan manusia, alam dan fenomenanya.
Saya mengajak segenap ummat Islam agar kembali kepada jalan suci yang dirintis para pendahulu kita, yang lebih banyak berbuat ketimbang berbicara. Islam berkembang bukan dengan kekerasan, akan tetapi melalui kebudayaan, melalui sains yang digali oleh para Ulama yang mengungkapkan keagungan dan keunikan alam semesta. Ulama-ulama yang sangat intens terhadap ilmu fisika,
matematika, dan kedokteran seperti, Ibnu Sina, Al Jabber, Ibnu Rusydi dll, mempunyai andil mengangkat derajat dan kebesaran Islam pada abad ke tujuh sampai akhir abad kedua belas, … hingga akhirnya terpuruk pada saat ini. Menurut pandangan saya, Jepang , Singapura, Perancis adalah potret negara Islami yang sebenarnya, sebab disanalah dasar-dasar filsafat Islam tertanam menjadi budaya yang tinggi seperti kedisiplinan, ketekunan, kesadaran hukum, kebersihan, wajib belajar, memperhati-kan hak asasi manusia, binatang, dan lingkungan. Hanya satu yang belum … yaitu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya
Demikian harapan dan sentuhan rasa yang dalam akan keinginan khasanah keislaman dijalankan melalui gerakan jiwa yang dalam dan bersih. Dan hanya dengan berbuat melalui kesadaran spiritual yang tinggi keinginan itu akan tercapai. Sebab kesadaran adalah modal tertinggi untuk mencapai sesuatu. Bukan dengan emosi dan cemburu terhadap karya orang lain lalu kemudian memusuhinya tanpa jelas perkaranya. Hanya dengan berdzikir kepada Allah hati menjadi tenang … sehingga melahirkan karya-karya yang bermanfaat dan berperilaku akhlaq yang mulia.
Memasuki Kesadaran Diri (Aku)
Kali ini saya akan mengajak pembaca sekalian menyelami kesadaran diri yang sebenarnya, dan mengenali hakikat ruh yang biasa menyebut dirinya “Aku”. Dan saya tidak akan lagi bicara soal dalil-dalil. Ibaratnya kita melakukan shalat, kita tidak lagi butuh dalil, akan tetapi kita tinggal memasuki keadaan shalat yang sebenarnya. Diskusi kita sudah selesai dalam hal hukum-hukum berdzikir. Manusia merupakan makhluq yang sempurna … sehingga diangkat sebagai wakil Tuhan di muka bumi ini. Biarpun sebagian besar orang tidak mengerti banyak tentang sifat sebenarnya dari diri sendiri. Dalam susunan fisik, mental dan kerohaniannya terdapat sifat yang tertinggi maupun terendah. Didalam tulang-tulang terdapat kehidupan bersifat mineral, badan dan darahnya benar-benar
mengandung bahan mineral. Kehidupan fisik badan manusia mirip dengan kehidupan tanaman. Banyak keinginan /nafsu fisik serta emosi mirip dengan yang dimiliki oleh binatang. kemudian manusia mempunyai seperangkat sifat mental yang menjadi miliknya, dan tidak dimiliki oleh binatang yang bersifat rendah. Selain itu masih ada sifat lebih tinggi yang dimiliki oleh sebagian orang yang
lebih maju kerohaniannya, meskipun masih terdapat daya kemauan yaitu daya sang “Aku”, yang merupakan daya yang diterima (ditiupkan) dari Yang Maha Mutlak.
Benda-benda fisik dan mental tersebut adalah milik manusia, dan bukannya manusia itu sendiri. Sebelum manusia (“Aku”) dapat menguasai atau mengalahkan, dan mengarahkan benda yang menjadi miliknya yaitu alat dan instrumennya terlebih dahulu ia harus menyadari dirinya secara benar. Ia harus dapat membedakan mana yang merupakan Aku dan mana yang merupakan alat atau milik Aku, dapat membedakan mana yang Aku dan mana yang bukan Aku. Inilah tahapan pertama yang harus disadari.
Katakan bahwa Ruh itu adalah dari amar-amar-Ku … Aku adalah ruh yang ditiupkan kedalam tubuh yang terbuat dengan komposisi kosmos yang sempurna setelah diberi bentuk. (QS 15:28-29) … sang aku bersifat abadi – tidak bisa mati -tidak bisa rusak. Ia memiliki kekuasaan, kebijaksanaan dan kenyataan. Tetapi seperti halnya seorang bayi yang kemudian menjadi dewasa, batin manusia tidak menyadari sifat potensial yang tertidur dalam dirinya, dan tidak mengenal dirinya sendiri yang sebenarnya. Bila diri sendiri yang sebenarnya sudah bangun, ia mengenal mana yang disebut Aku dan mana yang bukan Aku sebagai dirinya sendiri atau Aku. Aku inilah yang akan kembali kehadirat asalnya yaitu Inna lillahi wa inna ilaihi raji’uun. Sesungguhnya Aku adalah berasal dari Allah dan kepada-Nya-lah Aku kembali….
Orang primitif dan orang beradab jarang menyadari “Aku” nya, rasa keakuan mereka hanya merupakan kesadaran mengenai nafsu badani pemenuhan keinginan, pemuasan kesenangan, memperoleh kenyamanan bagi dirinya. Bagian bawah dari batin naluri merupakan tempat rasa keakuan orang-orang primitif. Bila seorang primitif mengatakan “Aku”, maka yang dimaksud adalah badannya. Badan
ini mempunyai perasaan, keinginan dan nafsu. Tetapi pikiran semacam itu terdapat pula pada banyak orang yang mengaku beradab. Mereka menggunakan daya pikirnya guna memenuhi nafsu dan keinginan fisiknya, padahal mereka sebenarnya hidup dalam tingkat batin naluri. Tentu, setelah orang menjadi lebih beradab maka perasaannya menjadi lebih halus, sedangkan orang primitif mempunyai perasaan kasar. Yang perlu dicatat adalah, pikiran orang beradabpun masih diperbudak oleh keinginan dan nafsu badannya.
Setelah manusia semakin tinggi tingkatannya, mulailah ia mempunyai konsep tentang Aku nya yang lebih tinggi. Ia mulai menggunakan pikirannya dan akalnya, maka ia pindah dari tingkat batin naluri ke tingkat batin mental – ia mulai menggunakan kecerdasannya, ia mulai merasakan bahwa batinnya adalah lebih nyata bagi dirinya dari pada badannya, bahkan kadang ia melupakan badannya
bila sedang terbenam dalam pemikiran secara serius.
Setelah kesadaran orang meningkat – yaitu kesadarannya berpindah dari tingkat mental ke tingkat kerohanian – ia menyadari bahwa “Aku” yang sebenarnya adalah sesuatu yang lebih tinggi dari pada pikiran, perasaan dan badan fisiknya, bahwa semuanya ini dapat digunakan sebagai alat atau instrumennya. Pengetahuan ini bukan merupakan pengertian saja, tetapi merupakan kesadaran yang khas, artinya orang benar-benar merasakan sebagai Aku yang sebenarnya (sebagai bashirah).
Dalam kajian kali ini, kami coba menunjukkan kepada anda cara mengembangkan atau membangkitkan kesadaran Aku yang fitrah. Ini merupakan amalan pertama yang harus disadari, sebab kita tidak akan bisa melakukan pendekatan kepada Allah kalau tidak menyadari hakekat diri yang hakiki. Seperti tujuan melakukan amalan puasa dibulan ramadhan adalah mencapai fitrah (idul fitri,
kembali kepada fitrah yang mempunyai sifat suci seperti bayi yaitu diri yang sejati atau “Aku”).
Kesadaran `Aku” ini merupakan langkah pertama pada jalan menuju keadaan yang disebut sebagai `penerang”, merupakan realisasi hubungan dengan Yang Maha Agung.
Latihan ini harus dipraktekkan, bukan sekarang saja tetapi diberbagai tahapan perjalanan sampai anda memperoleh penerangan jiwa.
Memasuki Keadaan Dzikir (Patrap Pertama)
Bila mungkin, carilah tempat atau ruangan, yang terbebas dari gangguan, agar batin anda merasa aman dan tenang. Duduklah yang enak agar anda dapat mengendorkan otot-otot dan membebaskan ketegangan syaraf. Lepaskan ketegangan dan biarkan otot-otot menjadi lemas, sampai terasa tenang dan damai meresapi seluruh tubuh. Istirahatkan badan dan pasrahkan seluruh jiwa raga. Atau
lakukanlah dengan posisi berdiri, hal ini dilakukan untuk menghindari mudah terlena dan tertidur … Kondisi tersebut sangat baik bagi tahap permulaan praktek latihan, tetapi setelah pengalaman hendaknya mampu melakukan pengendoran badan dan menenangkan pikiran dimana pun dan kapanpun anda memerlukannya. Ingat bahwa keadaan dzikir harus berada di bawah penguasaan kemauan yang keras. Didalam melakukan praktek dzikir harus diterapkan pada waktu yang tepat dan atas kemauan sendiri. Sadari bahwa Aku adalah hakiki nya manusia yang tidak pernah tidur – tidak mati – abadi, …selalu sadar tidak pernah mengalami sedih dan takut … Aku sang roh suci (fitrah) yang mampu menembus alam mimpi, alam malakut dan alam uluhiyah…
Sekarang anda memasuki tahapan yang menyebabkan Aku merasa sebagai makhluk mental. Kalau anda memejamkan mata anda akan merasakan dan bisa membedakan mana Aku yang sebenarnya … disitu ada aku yang memperhatikan sensasi badan, seperti misalnya : lapar, haus, sakit, sensasi yang menyenangkan, kesedihan. Anda akan merasakan ternyata bukan aku sebenarnya yang lapar, sakit dan sedih, akan tetapi itu adalah sensasi peralatan atau instrumen yang dimiliki oleh sang Aku. Anda sebenarnya diluar atau diatas semua alat-alat tadi!! Maka dari itu anda harus melepaskan diri anda dari yang bukan hakiki, agar tidak diombang-ambingkan oleh peralatan anda sendiri. Sadari Aku adalah yang menguasai perasaan dan pikiran, jadilah tuan atas diri anda … keluarlah anda seperti anda melepaskan baju, lalu tinggalkan & jangan anda memikirkan semuanya itu. Karena peralatan anda mempunyai batin naluri yang akan bergerak menurut fungsinya. Perhatikan saat anda tidur … Aku anda meninggalkan tubuh anda tanpa harus memikirkan bagaimana nantinya badanku, kenyataanya instrument tubuh bekerja menurut yang dikehendaki oleh nalurinya sendiri.
Sadarkan sang Aku. Hubungkan dengan dzat yang Maha Mutlak …hadirlah dihadapan-Nya sebagaimana kesaksian Aku dialam `Azali…Panggillah …penuh santun ya Allah … ya Allah … tundukkan jiwa anda dengan hormat … dan datanglah kehadirat-Nya dengan terus memanggil ya Allah …ya Allah … timbulkan rasa cinta yang dalam …hadirlah terus dalam dzikir … biarkan sensasi pikiran dan perasaan melayang-layang …Sadarkan dan kembalikan bahwa Aku bukan itu semua … Aku adalah yang menyaksikan semuanya … bersaksilah dengan mengucapkan dua kalimat syahadat … sampaikan do’a salawat untuk Rasulullah .dan keluarganya. Teruskan Aku melayang menembus semua alam-alam yang menghalangi, biarkan Aku berjalan menuju Yang Maha tak Terhingga …
jangan perdulikan kebisingan diluar diri kita .. teruskan jangan berhenti sampai ada sambutan … hingga dzikir anda akan berubah dengan sendirinya bukan dari rekayasa pikiran … menjadi laa ilaaha illallah atau subhanallah … Kalau sudah mencapai keadaan seperti ini …dzikir anda … akan terbawa saat anda bekerja … menyetir mobil dan mengangkat takbir, saat shalat ataupun wudhu’ …
Suasana dzikir terus membekas dan menyebabkan hati menjadi tenang luar biasa, dzikir bukan lagi sebuah lafadz akan tetapi merupakan suasana ingat dan ihsan. Apabila keadaan dzikir anda sudah terasa menyelimuti hati … pikiran … dan badan anda, frekwensi getaran makin lama makin terasa … dan semakin kuat rasa sambung kepada Allah. Hati anda semakin sensitif … mudah menangis … dan kadang tidak bisa ditahan saat anda membaca Alqu’an dan shalat walaupun anda tidak mengerti artinya.
Sensasi Yang Biasa Muncul Saat Berdzikir
Ketika anda menghadirkan atau menghubungkan diri anda dengan Allah, tiba-tiba muncul rasa haru … merinding …. Badan terasa agak berat dan bergoncang …. seperti ada muatan getaran yang menyelimuti badan …semakin kuat hubungan anda dengan Allah, maka akan semakin kuat getaran yang ditimbulkannya … biarkan getaran itu mengalir …dengan getaran itulah anda tidak lagi
terganggu oleh pikiran dan khayalan yang melayang-layang … Adanya getaran merupakan tanda kesambungan anda dengan Allah … biasanya anda tidak akan kuat menahan tangis yang tiba-tiba muncul ….Kadang anda akan dituntun shalat ..dituntun berdzikir … dituntun bersujud. Biarkan jangan ditolak atau dilawan … pasrahkan saja dengan ikhlas. Anda tidak akan mengalami rasa penat,
capek dan jenuh walaupun itu terjadi berjam-jam lamanya. Sekalipun hal itu anda lakukan pada waktu malam hingga pagi .. tubuh rasanya menjadi segar dan tidak lemas … bahkan terasa lebih rileks dan nyaman. Semakin anda tekun berkomunikasi kepada Allah semakin halus getaran yang muncul. anda mungkin menjadi heran tatkala anda agak sulit marah, hati anda lebih terkendali tanpa ada penahanan atau pemaksaan. Hati menjadi lunak dan menimbulkan perangai yang sangat lembut. Hati terus menerus berdzikir bukan dari keinginan nafsu… dzikir itu muncul dari rasa Aku yang dalam… tiada
bisa dibendung ….rasanya seperti ditarik oleh rasa kesambungan yang sangat kuat. kondisi seperti itu pikiran menjadi lemah tidak lagi liar seperti semula Nafsu menjadi teredam dan istirahat …yang ada tinggal rasa atau getaran iman yang dalam dan muncul tiada bisa dicegah…
Penegasan Patrap Pertama
Praktekkan patrap pertama ini pada waktu-waktu senggang. Sebagai catatan: sebaiknya dalam melakukan patrap hendaknya anda membersihkan dari hadast besar dan kecil. Kemudian shalat sunnah dua rakaat. Ambil posisi berdiri seperti hendak shalat menghadap kiblat …
Hubungkan rasa Ingat Anda kepada Allah …
Timbulkan rasa rindu dan cinta kepada Allah …
Hadirkan hati anda dan pasrahkan jiwa raga …
Mohonlah bimbingan kepada-Nya …
Ya Allah Ampuni kami ….
Ya Allah Ajarkan kami dan bimbinglah kami didalam menuju makrifat kepada Engkau
Ya Allah lindungilah kami dari godaan nafsu dan syetan yang terkutuk
Bismillahirrahmanirrahiem……
Asyhadu anlaa ilaha ilallah wa asyhadu anna Muhammadarrasulullah
Allahumma shalli `ala Muhammad wa `ala aali Muhammad
Ya … Allah … Ya Allah …Ya Allah …Ya Allah …..
Ya Allah … Ya Allah …Ya Allah …
(tidak perlu anda menghitung jumlah lafadz yang diucapkan ….)
Hantarlah jiwa Anda dengan nama Allah sampai anda mendapatkan sambutan ….
Apabila anda serius biasanya lebih cepat. Lakukanlah patrap ini setiap hari … walaupun hanya sepuluh menit…Atau bisa
dilakukan sambil berjalan, diatas kendaraan, menjelang tidur sambil berbaring …
Tutuplah patrap dengan bersujud dan berdo’a

Orang Sombong Setelah Akhir Hidupnya

Orang Sombong Setelah Akhir Hidupnya
Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Abdullah bin Umar yang menyampaikan kepadanya bahwa Nabi bersabda, “Manakala seorang laki-laki menyeret kain sarungnya dengan kesombongan, dia dibenamkan. Maka dia tenggelam di dalam bumi sampai hari Kiamat.” Dari Abu Hurairah berkata bahwa Nabi bersabda atau Abul Qasim berkata, “Ketika seorang laki-laki berjalan dengan pakaiannya, dia mengagumi dirinya. Rambutnya tersisir rapi. Tiba-tiba Allah membenamkannya, maka dia terbenam sampai hari Kiamat.” Dalam salah satu riwayat Muslim, “Sesungguhnya seorang laki-laki dari kalangan umat sebelum kalian berjalan dengan kesombongan dalam pakaiannya…”
Terkadang manusia lupa pada hakikat dirinya. Dia lupa bahwa dia diciptakan dari tanah, bahwa asal usulnya adalah dari air yang hina, dan bahwa dia keluar dari kelamin dua kali. Kali pertama ketika dia keluar dari tulang rusuk bapaknya dan kali kedua ketika ia keluar dari rahim ibunya. Dia lupa bahwa walaupun penampilannya menarik, pakaiannya bagus, dia tetap membawa kotoran di dalam perutnya. Dia lupa walaupun dia berbadan tinggi, dia tetap tidak bisa menembus bumi dan menggapai tingginya gunung. Ketika duri menusuknya,ia tetap berdarah.Lalat tetap mengganggunya, dan ular membuatnya takut. Muaranya adalah kematian.
Jika kita dibuka setelah beberapa hari sejak dimakamkan, niscaya keadaan kita sangat menakutkan keluarga dan orang-orang dekat kita. Sebagian orang lupa akan semua itu. Mereka membanggakan diri. Ujub menguasai mereka karena bentuk tubuh, warna kulit, tinggi badan, dan pakaian yang bagus. Mereka berjalan di muka bumi dengan takabur, memalingkan pipinya dari manusia, menyeret pakaiannya di belakangnya, memandang manusia dengan pandangan penghinaan dan cibiran. Dia mengira dirinya orang terbaik, padahal sebenarnya dialah yang terburuk. Dia bisa diliputi oleh adzab Allah di dunia sebelum Akhirat.
Ini adalah seorang laki-laki dari kelompok seperti di atas, dari kalangan umat sebelum kita. Dia membanggakan dirinya. Dia keluar berjalan dengan kesombongan penuh. Dia berlenggak-lenggok dalam berjalan dan menyeret sarungnya di belakangnya. Akibatnya, Tuhannya murka kepadanya. Maka Dia membenamkannya ke dalam tanah seperti Qarun sebelumnya. Dia terbenam di dalamnya sampai hari Kiamat. Keagungan dan kebesaran adalah milik Allah yang Maha Esa, tidak tertandingi, menjadi tempat bergantung para makhluk, serta menguasai seluruh sifat kesempurnaan dan kemuliaan. Dan barangsiapa menyombongkan diri dan takabur, maka dia telah menantang Allah dalam satu dari sifat-sifat-Nya. Oleh karena itu, dia berhak memperoleh adzab di Akhirat dan bisa pula adzabnya disegerakan di dunia sebelum Akhirat.
Orang-orang yang sombong dan tinggi hati tidak berhak atas nikmat Akhirat, karena Allah menyiapkan Akhirat untuk, ”Orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi.” (QS. Al-Qashash: 83). Orang-orang yang sombong adalah orang-orang yang tinggi hati di muka bumi. Ketinggian hati ini mendorong mereka untuk merusak tanaman, hewan, dan semua yang ada di muka bumi. Ajaran-ajaran Ilahiyah dalam jumlah yang banyak lagi melimpah melarang kesombongan, takabur, dan tinggi hati.
Luqman mewasiatkan kepada anaknya, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong), dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman: 18)
Dalam wasiat-wasiat agung dalam surat Al-Isra terdapat larangan berbuat sombong dan takabur, ”Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” (QS. Al-Isra: 37)

Pengemis Buta dan Rasulullah SAW

Pengemis Buta Dan Rasulullah
Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap harinya selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya, “Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya”.
Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawakan makanan, dan tanpa berucap sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapkan makanan yang dibawanya  kepada pengemis itu sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya  itu adalah Rasulullah SAW.  Rasulullah SAW melakukan hal ini setiap hari sampai beliau wafat.
Setelah wafatnya Rasulullah SAW,  tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari sahabat terdekat Rasulullah SAW yakni Abubakar RA berkunjung ke rumah anaknya Aisyah RA yang tidak lain dan tidak bukan merupakan isteri Rasulullah SAW dan beliau bertanya  kepada anaknya itu, “Anakku, adakah kebiasaan kekasihku Muhammad Rasulullah SAW yang belum aku kerjakan..?”
Aisyah RA menjawab, “Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir tidak ada satu kebiasaannya pun yang belum ayah lakukan kecuali satu saja”. “Apakah Itu.?”, tanya Abubakar RA. “Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada disana”, kata Aisyah RA.
Keesokan harinya Abubakar RA pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abubakar RA mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar RA mulai menyuapinya, sipengemis marah sambil menghardik, “Siapakah kamu..?” Abubakar RA menjawab, “Aku orang yang biasa (mendatangi engkau)”. “Bukan..! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku”, bantah si pengemis buta itu.
“Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut, setelah itu ia berikan padaku”, pengemis itu melanjutkan perkataannya.
Abubakar RA tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, “Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW”.
Seketika itu juga pengemis itu pun menangis mendengar penjelasan Abubakar RA, dan kemudian berkata, “Benarkah demikian..? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia”.
Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar RA saat itu juga dan sejak hari itu menjadi muslim.
Nah, wahai saudaraku, bisakah kita meneladani kemuliaan akhlaq Rasulullah SAW..? Atau adakah setidaknya niatan untuk meneladani beliau..? Beliau adalah ahsanul akhlaq, semulia-mulia akhlaq. Kalaupun tidak bisa kita meneladani beliau seratus persen, alangkah baiknya kita berusaha meneladani sedikit demi sedikit, kita mulai dari apa yang kita sanggup  melakukannya.
sumber : www.cerita-islami.com

Nabi Ibrahim Dan Empat Ekor Burung

Nabi Ibrahim Dan Empat Ekor Burung
Alkisah di tengah-tengah masyarakat yang dipenuhi dengan kesyirikan dan noda kemaksiatan lahirlah seorang pemuda yang kelak kita kenal sebagai Nabi Ibrahim. Ia anak dari seorang ayah yang bekerja sebagai pemahat dan pedagang patung. Ia sebagai calon Rasul dan pesuruh Allah yang akan membawa pelita kebenaran kepada kaumnya,jauh-jauh telah diilhami akal sihat dan fikiran tajam serta kesedaran bahwa apa yang telah diperbuat oleh kaumnya termasuk ayahnya sendiri adalah perbuat yang sesat yang menandakan kebodohan dan sempitnya fikiran dan bahwa persembahan kaumnya kepada patung-patung itu adalah perbuatan mungkar yang harus diberantas dan diperangi agar mereka kembali kepada ibadah yang benar ialah ibadah kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan pencipta alam semesta ini.
Semasa remajanya Nabi Ibrahim sering disuruh ayahnya keliling kota menjajakan patung-patung buatannya namun karena iman dan tauhid yang telah diilhamkan oleh Tuhan kepadanya ia tidak bersemangat untuk menjajakan barang-barang itu bahkan secara mengejek ia menawarkan patung-patung ayahnya kepada calon pembeli dengan kata-kata:” Siapakah yang akan membeli patung-patung yang tidak berguna ini? ”
Nabi Ibrahim yang sudah berketetapan hati hendak memerangi syirik dan persembahan berhala yang berlaku dalam masyarakat kaumnya ingin lebih dahulu mempertebal iman dan keyakinannya, menenteramkan hatinya serta membersihkannya dari keragu-raguan yang mungkin sesekali mangganggu fikirannya dengan memohon kepada Allah agar diperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan kembali makhluk-makhluk yang sudah mati.
Berserulah ia kepada Allah: ” Ya Tuhanku! Tunjukkanlah kepadaku bagaimana engkau menghidupkan makhluk-makhluk yang sudah mati.”Allah menjawab seruannya dengan berfirman:bTidakkah engkau beriman dan percaya kepada kekuasaan-Ku? “Nabi Ibrahim menjawab:” Betul, wahai Tuhanku, aku telah beriman dan percaya kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu, namun aku ingin sekali melihat itu dengan mata kepala ku sendiri, agar aku mendapat ketenteraman dan ketenangan dan hatiku dan agar makin menjadi tebal dan kokoh keyakinanku kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu.”
Allah memperkenankan permohonan Nabi Ibrahim lalu diperintahkanlah ia menangkap empat ekor burung lalu setelah memperhatikan dan meneliti bahagian tubuh-tubuh burung itu, memotongnya menjadi berkeping-keping mencampur-baurkan kemudian tubuh burung yang sudak hancur-luluh dan bercampur-baur itu diletakkan di atas puncak setiap bukit dari empat bukit yang letaknya berjauhan satu dari yang lain.
Setelah dikerjakan apa yang telah diisyaratkan oleh Allah itu, diperintahnyalah Nabi Ibrahim memanggil burung-burung yang sudah terkoyak-koyak tubuhnya dan terpisah jauh tiap-tiap bahagian tubuh burung dari bahagian yang lain.   Dengan izin Allah dan kuasa-Nya datanglah berterbangan empat ekor burung itu dalam keadaan utuh bernyawa seperti sedia kala begitu mendengar seruan dan panggilan Nabi Ibrahim kepadanya lalu hinggaplah empat burung yang hidup kembali itu di depannya, dilihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah Yang Maha Berkuasa dapat menghidupkan kembali makhluk-Nya yang sudah mati sebagaimana Dia menciptakannya dari sesuatu yang tidak ada.
Dan dengan demikian tercapailah apa yang diinginkan oleh Nabi Ibrahim untuk mententeramkan hatinya dan menghilangkan kemungkinan ada keraguan di dalam iman dan keyakinannya, bahwa kekuasaan dan kehendak Allah tidak ada sesuatu pun di langit atau di bumi yang dapat menghalangi atau menentangnya dan hanya kata “Kun” yang difirmankan Oleh-Nya maka terjadilah akan apa yang dikehendaki ” Fayakun”.

sumber : www.cerita-islami.com

Bila kamu masuk islam maka itulah mahar bagiku

Jika kamu masuk Islam maka itulah mahar bagiku
Didalam sejarah perjuangan tegaknya Kalimatillah diatas bumi ini tidak bisa dipungkiri bahwa peranan wanita adalah tidak kecil. Mereka adalah ibarat sumbu yang menawarkan bara perjuangan kepada suami dan anak anak mereka. Banyak orang orang besar lahir dari rahim seorang wanita yang besar pula keimanan dan cintanya kepada Allah. Ada ibunda kita Khadijah r.a. Fatimah Az Zahra r.a yang melahirkan Imam Hasan r.a dan Imam Husein r.a. juga seorang pembantu wanita dari Ummul Mukminin Ummu Salamah yang kemudian melahirkan Ulama Besar dari Irak yaitu Imam Hasan Al Bashri rahimahullah.
Diantara para sahabiyah r.a terdapat nama Ummu Sulaim r.a yang memiliki kisah menawan dalam deretan kisah penuh teladan generasi umat manusia terbaik sepanjang masa. Dia seorang wanita yang sholehah, wara’, dan tidak kemilau oleh perhiasan dunia. Dia adalah ibunda sahabat Anas bin Malik r.a, seorang sahabat Nabi SAW yang termasuk golongan Ulama dan terkenal dalam pemahamannya tentang Islam.
Ummu Sulaim r.a adalah seorang Anshor yang awal awal masuk islam. Keistiqomahannya dan ketabahannya dalam menjalani kehidupan telah menjadi buah bibir di masyarakat Yatsrib. Ketidaksetujuan suaminya yang masih kafir tidak menggoyahkan Iman yang telah tertancap dalam di lubuk hatinya. Suaminyapun pergi meningalkan Ummu Sulaim r.a
Selang berapa lama seorang laki laki bernama Abu Thalhah yang waktu itu masih kafir memberanikan diri melamarnya dengan mahar yang tinggi. Tapi Ummu Sulaim tidak melirik sedikitpun terhadap apa yang ditawarkan di depan kedua matanya. Baginya islam adalah harga mati yang tidak bisa ditukar dengan apapun. Sebuah riwayat menyebutkan bahwa Ummu Sulaim r.a berkata, “Demi Allah, orang seperti anda tidak layak untuk ditolak, hanya saja engkau adalah orang kafir, sedangkan aku adalah seorang muslimah sehingga tidak halal untuk menikah denganmu. Jika kamu mau masuk Islam maka itulah mahar bagiku dan aku tidak meminta selain dari itu.” Akhirnya menikahlah Ummu Sulaim r.a dengan Abu Thalhah dengan mahar yang teramat mulia, yaitu Islam.
Ummu Sulaim r.a telah memberi kita sebuah pelajaran bahwa gemerlap dunia dengan segala kemewahannya adalah tidak lebh utama dari nilai Iman seorang hamba. Pernikahan adalah salah satu jalan bagi tersebarnya hidayah bagi mereka yang rindu akan petunjuk Allah. Kita juga mendapat pelajaran bahwa mahar sebagai pemberian yang diberikan kepada istri berupa harta atau selainnya dengan sebab pernikahan tidak selalu identik dengan uang, emas, atau segala sesuatu yang bersifat keduniaan. Namun, mahar bisa berupa apapun yang bernilai dan diridhai istri selama bukan perkara yang dibenci oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW. Sebuah hadits diriwayatkan dari Anas r.a menyebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Aku belum pernah mendengar seorang wanita pun yang lebih mulia maharnya dari Ummu Sulaim karena maharnya adalah Islam.” (HR An Nasa’i)
Semoga kita dapat meneladani sifat sifat mulia yang ada pada pada diri sahabat sahabat Nabi SAW. Mereka adalah contoh nyata manusia manusia paling agung dalam sejarah. Mereka bukan agung karena assesory yang mahal, bukan pula oleh berlimpahnya dinar dan dirham tapi oleh besarnya rasa cinta dan tingginya pengorbanan mereka untuk tegaknya Islam di atas bumi ini. Wallahu’alam.

Selasa, 26 November 2013

Masuk Surga Karena Kentut

Mungkin hal yang satu ini menurut sebagian orang adalah hal tabu atau juga menjijikkan. Bukan hanya bau dan suaranya saja yang bikin perkara, tapi mengenai adab dan sopan santun bergaul dan bermasyarakat. Cowok ke
ntut itu adalah hal yang memalukan, lebih malu lagi bila cewek kentut, apalagi di muka umum atau sempat terdengar suaranya atau tercium aromanya... Malu setengah mati, cantiknya wajahpun terasa hilang lenyap diterpa bau yang menyengat.

Percaya tidak ada orang bisa masuk surga karena kentut?
Seorang gadis cantik berjilbab pink, berjalan masuk menghampiri sebuah toko baju. Langkahnya santai lemah gemulai, hiasan gadis muslimah tinggi semampai. Segera ia memilah-milih baju yang ia anggap cocok, serasi dan wellgromed dengan warna kulitnya dan mampu menjadi penunjang penampilannya.

Tanpa berlama-lama ia memilih baju, sebab tampaknya perutnya mulai mules. Tengak tengok kiri kanan ternyata dalam toko tersebut tak disediakan toilet. Sambil terburu-buru ia pun takut muatan perutnya ambrol di dalam toko, maka ia pun membawa baju pilihannya menuju kasir.

Ketika di depan kasir, Belum sempat ia bicara pada kasir... Tiba-tiba keluar suara tanpa rupa dari dirinya..
Duuuut...
Duuuut...
"Waduh... Mampus gue.." pikir si gadis.

Mukanya yang cantik hilang lenyap manakala sang bayu busuk menyengat hidungnya. Raut muka yang anggun merona berubah merah pucat kekuning-kuningan menahan malu. Belum pernah ia dipermalukan seperti ini, tapi kali ini ia malu bukan alang kepalang akibat angin malang yang terjepit ikat pinggang.
"Waduh...Udah bunyi bau lagi lu... Mau ditaruh dimana muka gue... Bikin malu aja sih lu."

Sang kasir hanya melongo. Kupingnya yang masih waras mendengar suara angin itu, hidungnya yang masih normal masih dapat menerima bau yang tak sedap itu. Ia memandang si gadis penuh tanda tanya keheranan. Sementara si gadis hanya blingsatan malu yang tiada batas.

"Mbak bilang apa, kalau nawar baju ngomongnya yang keras dong!" Pinta sang kasir seolah-olah tak mendengar dan tak membau angin si gadis. Ia tak mau gadis tsb semakin bertambah malu di hadapannya, makanya ia berpura-pura sbg orang tuli yang kurang pendengaran.

"Alhamdulillah... Ternyata dia tuli.. Aman deh gue.. Kagak jadi malu. ihiirrr.." Bisik hati si gadis bersorak kegirangan.
Mukanya yang tadi pucat pasi kini kembali berseri lagi. Aib seorang cewek tertutupi berkat sang kasir yang pura-pura tuli.

Siapakah dia sang kasir yang berhati mulia, yang mampu menyembunyikan aib pembelinya?
Dialah Hatim, dan sejak kejadian itu ia terkenal dengan julukan Hatim Al Asom (Hatim si manusia tuli). Dan ia pun dengan senang hati menerima julukan tsb melekat pada dirinya.

Sekitar 1 bulan kematian, seorang teman hatim bermimpi seolah-olah ia bertemu dengan hatim al asom.
"Wahai hatim, apa yang telah kau dapatkan dari Allah, dan bagaimana pula DIA memperlakukan dirimu?"
"Allah memperlakukan aku dengan baik, bahkan aku mendapat nikmat kubur yang begitu besar, nikmat awal bagi para penghuni surga." Jawab hatim.
"Amalan apakah yang membuat dirimu mendapat perlakuan istimewa seperti itu?"
"Semua itu ku dapatkan, hanya karena perkara kentut. Seorang gadis membeli pakaian di tokoku. Tanpa sengaja ia kentut, namun aku pura-pura tak mendengarnya. Aku berlagak tuli. Bila aku tak berpura-pura tuli, maka bisa saja aku akan terjerumus memasyhurkan aibnya. Padahal sesama muslim harus saling menutupi aib dan cela antar sesama, bukan diobral kemana-mana. Jangan pula kau kabarkan rahasia orang lain kesana kemari, karena itulah rahasiamu juga ditutupi oleh Allah.

Copyright @ 2013 HAIDAR Islamic Sains.
Designed by Jimy8 | Syahirul Lazimi